SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta (Solopos.com)–Akhirnya perdamaian itu datang, antara penyair Taufiq Ismail dengan salah seorang yang menuduhnya plagiat,  Bramantyo Prijosusilo. Dengan kerendahan hati Bramantyo meminta maaf, dan Taufiq pun memaafkannya.

Tuduhan plagiarisme yang dialamatkan ke Taufiq merebak di situs-situs jejaring sosial di internet. Salah satu yang paling ramai terjadi di Facebook Bramantyo. Sebuah puisi berjudul Kerendahan Hati yang tercantum di buku pelajara sekolah yang disebut-sebut sebagai karya Taufiq Ismail  dituduh sebagai karya jiplakan.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Puisi itu dituduh sangat mirip dengan puisi berjudul Be the Best of Whatever You Are karya penyair Amerika Serikat kelahiran tahun 1877 Douglas Malloch.

“Dengan kerendahan hati saya mohon kebesaran hati Pak Taufiq, keluarga Pak Taufiq, semua teman-teman Pak Taufiq dan masyarakat sastra semua, sudilah memaafkan perbuatan saya membuat status (di Facebook) yang menyakitkan hati. Yang mengandung kebencian, lalu merancang kebencian-kebencian lain muncul ke permukaan,” ujar Bramantyo.

Bramantyo bicara dalam acara perdamaian yang difasilitasi oleh Fadli Zon, keponakan sekaligus editor buku seri karya lengkap Taufiq Ismail di Fadli Zon Library, Benhil, Jakarta, Kamis (14/4/2011).

Perdamaiannya tersebut juga dihadiri seniman dan sastrawan sahabat Taufiq dan seniman eks Lekra (organisasi kesenian yang berafiliansi ke PKI).

Taufiq Ismail datang dengan mengenakan kemeja bercorak warna biru dan kopiah di kepalanya. Banyak menebar senyum, penyair kelahiran Bukit Tinggi itu dengan ramah menyalami para tamu yang sudah hadir, termasuk wartawan.

Tidak lama berselang, seorang pria berjenggot dengan mengenakan ikat kepala batik berbentuk blangkon datang. Itulah Bramantyo, yang tak kalah santainya, berkaos putih dan mengenakan celana kain khas pencak silat.  Sia langsung disambut senyum dan tawa Taufiq. “Mari-mari silakan, terima kasih sudah hadir,” sambut Taufiq yang lama melepas jabatan tangannya dengan Bram.

Perbincangan pun dimulai. Kepada wartawan Taufiq  menjelaskan kronologi sampai dirinya mengetahui adanya tuduhan yang dianggapnya sebagai difitnah itu di Facebook. Taufiq mengaku, dirinya tahu dari Fadli Zon. Taufiq tak punya Facebook.

Panjang lebar Taufiq menceritakan bagaimana dirinya mengetahui tengah dituduh dan diperbincangkan ramai sebagai plagiat. Bram pun menimpali curhatan Taufiq langsung dengan sebuah permohonan maaf.

“Dalam hati nurani saya minta maaf bukan karena tuduhan plagiatnya. Tuduhan plagiat itu juga terjadi karena Diknas juga menuduh. Karena membuat sajak itu di dalam bersama dengan sajak di buku Diknas SMP kelas 8 itu ada dua sajak Taufik Ismail dengan ‘K’,” jelas Bram.

Buku yang dimaksud Bram adalah buku Terampil Berbahasa Indonesia Kelas 8 SMP/MTs yang diterbitkan dalam buku digital oleh Diknas. Dalam buku yang dikarang tahun 2008 tersebut, puisi Kerendahan Hati terdapat di dalamnya dengan dijadikan soal latihan. Sayangnya, 3 pengarang buku tersebut, Dewahi Kramadinata, Dewi Indrawati, dan Didik Durianto tidak menyebutkan sumber puisi tersebut.

Bram menduga puisi tersebut disadur dari sebuah blog. Namun Bram tidak tahu pasti  keberadaan buku itu. Ia pun tahu ada puisi Kerendahan Hati karena dapat dari seorang penyanyir di situs jejaring sosial. Bram pun tersulut ikut marah dan menuduh Taufiq sebagai plagiator. Ditambah, saat itu ada isu bahwa Taufiq akan menyerbu dan membubarkan sebuah acara diskusi buku tentang pengarang-pengarang Lekra di TIM.

“Saya menulis itu karena terdorong oleh satu perasaan kebencian. Dan untuk itu saya mohon maaf,” ujar Bramantyo yang disambut tepuk-tangan hadirin.

Mendengar permintaan maaf Bram, Taufiq tidak langsung menanggapi. Ia terlebih dahulu bercerita soal kenangannya atas sastrawan Buya Hamka yang pernah dipenjara karena tuduhan plagiat dan makar. Dua tahun 4 bulan Hamka dipenjara tanpa diadili.

“Dua tahun setelah dia bebas, Buya jadi pembicara diskusi sastra. Dia ditanya bagaimana sikap dirinya setelah kejadian itu. Katanya, saya memaafkan orang-orang sastra yang politik yang menjebloskan saya ke penjara. Buya pun meneteskan airmata,” kisah Taufiq.

“Bram, aku mendengar apa yang kau katakan tadi, saya juga membaca, saya maafkan,” sambungnya dengan nada suara bergetar. Gema tepuk-tangan pun kembali bergemuruh memenuhi ruangan. Bramantyo menghampiri Taufiq dan langsung memeluknya.

(dtc/tiw)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya