SOLOPOS.COM - Arswendo Atmowiloto (Dok/JIBI/Solopos)

Aswendo Atmowiloto (Dok/JIBI/Solopos)

Arswendo Atmowiloto (Dok/JIBI/Solopos)

Wacana Pemerintah mengekspor produk kesenian hasil budaya masyarakat asli Indonesia ditanggapi dingin Arswendo Atmowiloto. Budayawan kelahiran Solo ini menilai Indonesia krisis strategi promosi budaya yang tepat.

Promosi Era Emas SEA Games 1991 dan Cerita Fachri Kabur dari Timnas

Sebelumnya, Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan, di Jakarta, Minggu (18/8/2013) lalu, menggulirkan wacana ekspor produk kesenian Indonesia. Gita berharap kepopuleran budaya asli Indonesia bisa bersaing dengan kepopuleran gelombang invasi K-Pop asal Korea Selatan.

Arswendo menilai kebudayaan asli Indonesia tidak kalah dari kebudayaan populer asal Korea Selatan yang saat ini sedang digandrungi seluruh dunia. “Sebenarnya kalau dilihat-lihat, tarian K-Pop yang sering ditayangkan di mana-mana itu biasa saja. Tidak ada hebat-hebatnya. Tarian garapan koreografer kita jauh lebih bagus dari sisi kualitas,” ujarnya ketika berbincang dengan Solopos.com, Minggu.

Meskipun kesenian asal Indonesia secara kualitas lebih unggul, tapi Arswendo menilai kalah populernya seni asal Indonesia disebabkan pola strategi promosi yang selama ini dijalani masih keliru.

“Yang salah itu bagaimana mempromosikannya. Belajar dari Korea Selatan, pola promosi di sana tidak bekerja sendirian. Promosi di sana ditunjang sepenuhnya oleh strategi industri yang gila-gilaan. Ini yang akhirnya mendongkrak penyebaran budaya K-Pop ke negara asing,” katanya.

Menurut Arswendo, potensi “menjual” kebudayaan lokal di kandang sendiri, khususnya kebudayaan berbasis tradisional. “Kalau menjual kebudyaan tradisional di sini [lokal] enggak bakal laku. Tapi belajar dari sana [Korea Selatan], mereka sudah dididik menghargai kebudayaan lokalnya sendiri dulu. Itu yang pantas dicontoh,” ujarnya.

Meskipun mendukung penyebaran budaya tradisional secara masif, Arswendo mengaku dirinya secara pribadi menolak komersialisasi di bidang kesenian tradisional. “Kalau komersialisasi tradisi saya menolak. Tapi kalau itu nanti diarahkan ke strategi promosi budaya, saya setuju saja,” jawabnya.

Disinggung mengenai iklim kesenian, Arswendo menilai kondisi kesenian lokal saat ini sedang stagnan, khususnya di Solo.  “Secara umum saat ini kondisinya memang sedang stagnan. Di Solo juga demikian. Apalagi sejak kepergian Jokowi, saya lihat gregetnya mulai menurun. Sudah agak beda. Gaungnya sudah menurun. Indonesia saat ini masih jauh untuk ekspansi budaya ke mancanegara,” pungkasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya