Entertainment
Minggu, 2 Oktober 2011 - 20:46 WIB

Batik dan kimono simbol kehidupan

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - KIMONO -- Handayani Ravik Karsidi, istri Rektor UNS Ravik Karsidi, dibantu mengenakan kimono saat menghadiri peragaan busana batik dan kimono di Galeri Batik Semar, Solo, Minggu (2/10/2011). (JIBI/SOLOPOS/ Dwi Prasetya)

(Solopos.com) – Kimono dan batik adalah wujud budaya tradisional yang menjadi ciri khas negaranya masing-masing. Meski memiliki bentuk yang berbeda, corak antara kedua pakaian tradisi itu ternyata memiliki ibu yang sama, yaitu alam.

KIMONO -- Handayani Ravik Karsidi, istri Rektor UNS Ravik Karsidi, dibantu mengenakan kimono saat menghadiri peragaan busana batik dan kimono di Galeri Batik Semar, Solo, Minggu (2/10/2011). (JIBI/SOLOPOS/ Dwi Prasetya)

Advertisement
Dalam pameran produk kimono dan batik bertajuk Daur Hidup yang digelar di Galeri Batik Semar, Solo, Minggu (2/10/2011) siang, keunikan pun kesamaan antara keduanya ditampilkan lewat fashion show yang menawan.
Tampak malu-malu, tiga mahasiswa Jepang yang sedang menimba ilmu di Institut Seni Indonesia (ISI) Solo memamerkan sejumlah jenis kimono dari musim yang berbeda. Mereka berkolaborasi manis dengan puluhan model lokal yang menampilkan busana batik kreasi baru. “Meski bentuknya berbeda, corak batik dan kimono sebenarnya sama, yaitu meniru alam. Hal itu terlihat dari corak kedua pakaian ini yang identik dengan tumbuhan,” ujar Theresia Widiastuti, Ketua Pameran, kepada wartawan di sela-sela acara.

Dalam kesempatan itu, pihaknya menampilkan 12 jenis kimono yang tiga di antaranya asli dari Jepang. Sementara 23 batik yang ditampilkan, imbuh dia, semuanya merupakan koleksi Batik Semar. “Kami mengambil tema Daur Hidup karena batik dan kimono yang ditampilkan kali ini merepresentasikan hal itu,” tutur perempuan yang juga dosen Kriya Tekstil FSSR UNS ini.

Theresia menjelaskan, daur hidup dalam kimono diejawantahkan lewat perbedaan jenis kimono yang dipakai setiap musimnya. Selain itu, lanjutnya, bentuk kimono ternyata memiliki perbedaan mengacu usia penggunanya. “Semakin tua usia penggunanya, obi (ikat pinggang)-nya makin tebal. Lewat kimono, status pernikahan perempuan Jepang juga bisa dilihat. Biasanya perempuan yang belum menikah mengenakan kimono berlengan panjang serta bercorak kamon (lingkaran dalam segitiga).”

Advertisement

Sementara motif batik yang tampil, lanjut dia, merupakan kontemplasi siklus kehidupan sejak masih dalam kandungan ibu hingga meninggal dunia. “Mulai dari Mitoni, Tedhak Siten hingga Sidoluhur semuanya dipamerkan. Di Jepang sendiri, batik banyak dipakai saat musim panas karena bahannya yang cenderung dingin,” jelasnya.

Selain kimono dan batik, pergelaran itu menampilkan shibori, sejenis karya ikat celup khas Jepang yang notabene terbesar di dunia. Shibori sepanjang 3 x 6 meter persegi itu didatangkan langsung dari Museum Kyoto. “Bisa dibilang, shibori adalah pusaka warga Jepang. Yang dipamerkan di sini bahkan berharga hingga miliaran. Tak sembarang orang boleh membuka lipatannya,” terang Theresia.

Direktur Manajemen PT Batik Semar, Ananda Soewono, berharap kolaborasi tersebut dapat terus berlanjut. Dalam waktu dekat, pihaknya akan menandatangani perjanjian kerjasama dengan Japan Indonesia Costume Cultural Association (JICCA) dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UNS untuk memfasilitasi kegiatan budaya kedua negara. “Dengan MoU tersebut, kami harap terobosan lain semisal pentas kimono bermotif batik, dapat ditampilkan di acara selanjutnya.”

Advertisement

Chrisna Chanis Cara

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif