SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Tujuh perempuan, Minggu (4/3/2012) malam, di Keraton Pajang, Jl Benowo II Sonojiwan, Makam Haji Sukoharjo, menari dengan luwes. Mereka adalah para penari dari Sanggar Candra Semarak Kirana, Solo, membawakan Tari Bedaya Suryajiwa.

Tarian Bedaya Suryajiwa merupakan salah satu tarian sakral, seperti halnya tari Bedaya lainnya. Namun Tari Bedaya Suryajiwa berbeda karena tari ini baru diciptakan sekitar Januari 2012 oleh KRAP I Suradi Joyonegoro. Penyempurnaan ide gagasan oleh Ki Lebdo Pujonggo. Sedangkan penuangan ke gerak tari dilakukan oleh Martini Ratna Istyaningsih, lulusan ISI Solo. Ia juga salah satu pengajar Candra Semarak Kirana Solo.

Promosi Kanker Bukan (Selalu) Lonceng Kematian

Tari garapan baru ini hanya akan dimainkan pada Wiyasan Jumenengan atau ulang tahun penobatan Raja Keraton Pajang.

Dalam prosesi tarinya,  penari harus berpuasa selama tiga hari. tentang kisah dibalik tarian itu, menurut Martini, waktu itu raja mendapatkan wangsit untuk membuat Tarian Bedaya Suryajiwa dengan iringan Gendingan Gadung Melati, pembuat gending tersebut adalah Nyi Roro Kidul. Namun, menurut petuah Raden Adipati untuk tarian dibuat sendiri dan harus berbeda dengan Tari Bedaya yang lain

Pada perhelatan akbar malam itu, tarian berlangsung selama 23 menit. Untuk proses merancang mulai dari pola lantai, gerakan, rias dan berbagai alat yang digunakan, dipersiapkan oleh Martini. Dalam modifikasi yang dibuat Martini, tarian itu dibuat beda dalam variasi gerak. Proses pembuatan gerakan selalu mencoba mencari cirikhas dalam setiap gerakan.

“Ada banyak gerakan yang sering tidak pas, kemudian saya harus memahami iringan, diulang lagi bisa, diulangi lagi tidak bisa. Malahan anak-anak (penari) juga sering menangis karena patokan iringan sulit, akhirnya ditemukan patokan rebaban, dan anak-anak saya minta menemukan iringan hingga menemukan satu lagu,” tutur Martini.

Bedaya Suryajiwa memiliki pemaknaan tentang perjalanan raja di Keraton Pajang. “Seseorang itu harus selalu ingat pada Yang Kuasa, gerakan harus andhap, semeleh, jangan lihat ke atas. Harus mengingat bahwa manusia itu tidak ada apa-apanya,” ujarnya.

(Astrid Prihatini WD/mg245/JIBI/SOLOPOS)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya