SOLOPOS.COM - Anak pendiri Srimulat, Eko Saputro. (Tangkapan layar YouTube Espos Indonesia

Solopos.com, SOLO-Nama grup lawak Srimulat sudah melegenda dan dikenal masyarakat Indonesia, ketahui sejarahnya. Simak ulasannya di kabar artis kali ini.

Diketahui bahwa grup lawak legendaris ini sudah berdiri sejak tahun 1950 silam, oleh Teguh Slamet Rahardjo di Solo. Nama Srimulat sendiri diambil dari nama istri Teguh pada saat itu, RA Srimulat.

Promosi Tragedi Bintaro 1987, Musibah Memilukan yang Memicu Proyek Rel Ganda 2 Dekade

Sejarah berdirinya grup lawak Srimulat ini melalui proses yang panjang. Sang anak pendiri Srimulat, Eko Saputro, mengungkapkan bahwa grup lawak yang didirikan ayahnya ini bermula dari grup musik keroncong namun karena adanya suatu faktor grup ini berubah menjadi grup lawak.

“Jadi ceritanya gini, waktu itu Srimulat itu masih dalam berupa [grup musik] keroncong [dan] MC.  MC kan biasanya interaksi dengan penonton interaksi dengan pemain kan gitu. Suatu ketika itu Bu Srimulat sama Bapak itu ada temennya pelawak dari Jogja datang ke Surabaya terus biasalah mampir gitu loh. Terus ngomong gini, Bu Sri ‘nanti melem bantuin aku ng-MC ya’ ‘Ya yu’. Ternyata waktu nge-MC itu kok penonton seneng, waktunya diulur itu lebih seneng. Nah, waktu mereka pulang ke Jogja disangoni [oleh Bu Sri]  dah kamu nanti kalau kamu enggak ada kerjaan kamu balik lagi ke sini, bawa temen ya,dua apa tiga orang’,” papar Eko, melansir dari YouTube Espos Indonesia, Selasa (29/8/2023).

Eko juga mengatakan bahwa sejak saat itu porsi musik keroncong dalam grup tersebut selalu dikurangi dan diganti dengan lawakan-lawakan para pemainnya. Lawakan-lawakan tersebut juga belum berbalut cerita seperti Srimulat yang kita kenal sekarang, masih berupa lawakan-lawakan biasa.

Karena lawakan-lawakan tersebut semakin digemari para penonton, grup keroncong milik RA Srimulat tersebut  akhirnya beralih menjadi grup lawak.

“Kok ini [lawakan-lawakannya] semakin digemari akhirnya diubah, yang awalnya porsinya lebih banyak musik keroncongnya diubahke pelawaknya yang lebih banyak. Awalnya [hanya] satu babak terus jadi dua babak,” ujar Eko.

Meskipun  sudah diubah fokus dari grup tersebut, nyatanya iringan-iringan musik masih terdengar. Lagu-lagu yang mengiringi bukan hanya lagu-lagu keroncong saja, namun juga ada lagu pop, dangdut, barat dan masih banyak lagi lagu-lagu populer pada saat itu yang mereka bawakan.

“Ada enam penyanyi, setiap malam sebelum melawak mulai itu mereka nyanyi dulu, genrenya beda-beda,” ungkapnya.

Kebiasaan tersebut membuat para penonton menjadikannya tata aturan Srimulat. Eko juga menjelaskan pakem tersebut terdiri dari dua babak lawakan yang diselingi nyanyian-nyanyian.

“Jadi pertama pembukaan musik instrumental, setelah instrumental lagu pertama sampai lagu keenam [yang] berbeda genre, kemudian lawakan babak satu 40 menit kemudian tutup layar, ada penyanyi lagi. Itu [layarnya] ditutup karena setnya diganti untuk babak kedua, terus kemudian selesai nyanyi babak ke dua mulai, habis itu selesai,” papar Eko.

Grup keroncong tersebut awalnya hanya berjumlah sekitar sepuluh sampai lima belas orang saja, namun seiring berjalannya waktu dan permintaan penyelenggara personil grup tersebut bertambah hingga dua puluh lima hingga tiga puluh orang.

Nama Srimulat pun tak langsung terbentuk diketahui bahwa awalnya grup tersebut  bernama Keroncong Afon, kemudian beralih menjadi Malam Gema Srimulat dan kemudian Aneka Sirimulat. Pergantian nama ini dilakukan karena faktor situasi saat itu saja.

Ternyata dahulu sebelum tampil di taman Balekambang, Srimulat tampil di Sriwedari terlebih dahulu. Selain sering melakukan pertunjukan di gedung Balekambang nyatanya grup lawak Srimulat ini juga memiliki gedunya sendiri yang saat ini sudah menjadi tempat panahan.

Ketika masa-masa jaya Srimulat pada tahun tujuh puluhan, ternyata Srimulat memiliki grup ketoprak di Wonokromo, Surabaya bernama Sri budoyo, kemudian ketika grup ketoprak tersebut ditarik ke Solo diganti namanya menjadi ‘Cokro Jiyo’.

Eko juga mengungkapkan bahwa tokoh-tokoh Srimulat memiliki banyak karakter masing-masing terutama bagi tokoh-tokoh prianya.

“Karakter yang utama untuk cewek itu harus ada primadona yang waktu itu dipegang oleh Ibu saya. Di setiap cabang itu ada primadonanya masing-masing, di Solo ada, di Surabaya ada, di Jakarta ada sendiri-sendiri, nah, secara yang nasional Ibu saya,” ungkap Eko.

“Nah, primadona ini gak boleh ngelucu. Karena dia dipamerkan untuk anggunnya, supaya orang merasa ‘wow’. Maskotnya ayu [cantik] tutur bicaranya, perilakunya baik dan jadi penutan,” lanjutnya.

Selain menjelaskan tentang sejarah terbentuknya grup lawak Srimulat, Eko juga menjelaskan karakter-karakter yang ada di grup legendaris tersebut.  “Jadi mempunyai tugas masing-masing tapi intinya tokoh-tokoh eh apa namanya di Srimulat itu ada tokoh keibuan ada tokoh maskot.  Terus ada tokoh-tokoh yang centil penggoda, terus ada tokoh-tokoh yang isinya hanya sebagai ini aja ekstra figuran ya terus tapi semua ini  tugasnya selain mempunyai tugas satu yang enggak enggak jauh kalah penting ada memancing pelawak-pelawak pria supaya bisa berekspresi,” tuturnya.

Menurutnya kehadiran pemain perempuan justru memegang peranan penting di pentas.  “Justru perempuan yang peran utamanya memancing itu tidak hanya berupa jok aja tetapi juga menjaga benang merah itu pemain-pemain yang wanita. [Kalau pelawak pria] Udah ngelawak udah ngelantur ke sana ke sini masuk kembaliin ke benang merah supaya nggak terlalu ngelantur kemana-mana,” paparnya.

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya