Entertainment
Senin, 16 Januari 2012 - 14:14 WIB

FILM DOKUMENTER: Coffee Doc Suguhkan 10 Film

Redaksi Solopos.com  /  Arif Fajar Setiadi  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi film dokumenter (JIBI/SOLOPOS/Dok)

ILUSTRASI (JIBI/SOLOPOS/Dok)

Atmosfer produksi film dokumenter di Kota Solo tampaknya terus berkembang. Kini, tak hanya kaum profesional saja yang berani melepas karyanya untuk konsumsi masyarakat. Bertajuk Communication Film Festival Documenter (Coffee Doc), mahasiswa Ilmu Komunikasi 2008 Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) siap menyuguhkan 10 karya dokumenternya di Taman Auditorium Moh Djazman, UMS, Rabu (18/1/2012) malam.

Advertisement

Dipaparkan Shoqib Angriawan selaku koordinator publikasi, karya dalam Coffee Doc banyak menyitir fenomena sosial maupun budaya yang ada di masyarakat Solo. Menurut Shoqib, sense of news memang diutamakan dalam penggarapan film yang ada.

“Semua film dokumenter yang ditampilkan di Coffee Doc adalah realita di masyarakat. Di sini, kami coba meresponnya dengan cara kami sendiri,” ujarnya saat ditemui di Fakultas Komunikasi dan Informatika UMS, Senin (16/1/2012).

Karya film yang akan tampil, imbuh dia, di antaranya Tak Seindah Namamu (Putri Cempo), Wayang Never Die, Berjalan di Atas Pelangi, Erosi Keroncong Masa Kini, Minoritas Punk Terpinggirkan, Wayang Orang Sriwedari, Realita Kampung Batik Laweyan, Si Kecil Jalanan Kota Solo dan Mencari Mutiara yang Hilang.

Advertisement

“Fenomena penambangan emas di Wonogiri pun kami tampilkan dalam Di Balik Kilau Emas. Rata-rata film berdurasi tujuh hingga 60 menit,” terangnya.

Ditemani Kopi

Terkait konsep pemutaran film yang diusung, pihaknya akan mengonsep sesantai mungkin. Coffee Doc, lanjut Shoqib, menyuguhkan secangkir kopi bagi pengunjung yang terlibat. “Nanti konsepnya outdoor di taman. Secangkir kopi kami tambahkan untuk menunjukkan kebersamaan,” katanya.

Advertisement

Melalui Coffee Doc, pihaknya ingin membuktikan kalau mahasiswa tak hanya sekadar pintar teori. Menurutnya, mahasiswa pun bisa menghasilkan karya yang bisa dibanggakan. “Film yang ditampilkan dalam festival rata-rata adalah karya perdana kami. Ini titik tolak kami untuk terus berkarya selepas lulus nanti.” JIBI/SOLOPOS/Chrisna Chanis Cara

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif