SOLOPOS.COM - Pengunjung melihat karya seni yang dipamerkan di FKY ke-24 (JIBI/Harian Jogja/Garth Antaqona)

Pengunjung melihat karya seni yang dipamerkan di FKY ke-24 (JIBI/Harian Jogja/Garth Antaqona)

Laku seni dan masyarakat tidak bisa dipisahkan, serupa udara dan nafas bagi manusia.

Promosi Enjoy the Game, Garuda! Australia Bisa Dilewati

Kaleng bekas obat nyamuk semprot bisa diubah menjadi instalasi menyerupai helikopter. Karya seni itu dibuat anak-anak di kampung Bumen yang terletak sekitar 500 meter di timur laut Pasar Kotagede.

Sebutan Kampung Bumen berasal dari kata Mangkubumen alias tempat tinggal Mangkubumi, seorang pangeran yang bersaudara dengan Panembahan Senopati. Di kampung tersebut sekitar 1960-an banyak dihasilkan perkakas dari blek atau kaleng.

Jejak keterampilan warga mengolah blek terlihat dari karya helikopter berbahan kaleng bekas yang kini dipamerkan di Museum Bank Indonesia Jogja. Pameran berbagai karya seni karya masyarakat dan kelompok pendamping itu digelar 1-5 Juli sebagai bagian Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) ke-24.

FKY kali ini tampil berbeda. Pameran seni rupa yang selalu hadir setiap tahunnya kini dimeriahkan oleh seniman yang bergandengan langsung dengan seni di lingkungan masyarakat.

Mengusung tema Features of Us, gelaran kali ini menggandeng 25 komunitas yang terjun ke basis-basis masyarakat. “Pameran ini menunjukkan hasil karya dari fungsi seni yang dikembalikan kepada masyarakat,” ungkap Anang Tri Wahyudi, anggota tim kuratorial pameran, Selasa (3/7).

Disinggung soal tema pameran, Anang menilai keterlibatan 25 komunitas di lingkungan masyarakat menerbitkan harapan masa depan cerah. Seniman dan masyarakat bersama-sama memberi kontribusi gagasan, harapan dan imajinasi mengenai masa depan kota Jogja dalam konteks hidup bersama.

Selain karya instalasi, pameran di BI juga memajang sejumlah dokumentasi laku kesenian dan masyarakat. Kegiatan berupa karawitan, macapatan hingga melukis bersamapun didokumentasikan. Jejak kerjasama komunitas dan warga itulah yang menerbitkan optimisme soal kebersamaan warga Jogja.

“Kelompok seniman yang didominasi oleh pemuda, mencoba untuk bekerja sama dengan masyarakat melalui cara masing – masing,” jelas Anang.

Mereka, lanjut dia, ada yang menggunakan ruang bersama masyarakat seperti pendopo kampung, pos ronda, gedung bekas sekolah dasar, jalanan, ruang transportasi, ruang heritage, hingga lembaga pemasyarakatan untuk mempresentasikan karya serta menyelenggarakan ruang pertemuan kreatif dengan masyarakat.

Andres Busrianto, salah satu seniman yang terlibat dalam pameran kali ini membuat karya foto dan video dokumenter tentang foto keluarga di lingkungan masyarakat Dukuh Geneng. “Tempat itu berdekatan dengan lingkungan ISI,” ujarnya.

Selain menggelar foto bersama, Andres juga mendampingi masyarakat dalam gelaran atraksi Gamelan Raos Manunggal yang didukung penuh oleh warga serta Kepala Dukuh Geneng pada tanggal 20-29 Mei 2012. Masyarakat turut diajak untuk merasakan sensasi menjadi seorang seniman dadakan.

Hapsoro Noor Adianto, Ketua Muda – Mudi Bumen Kotagede mengungkapkan jika tanggal 10 – 17 Juni 2012 kemarin turut terlibat dalam kegiatan kesenian bersama dengan komunitas Ketjil Bergerak. Selama interaksi, remaja bersama anak–anak mendapatkan keterampilan mengolah kain perca dan menghias roti kembang waru. Selain itu mereka juga mendapatkan kesempatan untuk melukis wajan serta mural.

“Kegiatan ini sangat bagus dan menarik karena disini kami dapat berinteraksi dan menambah wawasan dengan bertemu banyak orang,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya