SOLOPOS.COM - Kondisi Gedung Kesenian Solo kini yang lebih banyak dipakai untuk display karya pribadi pegiatnya. Foto diambil Rabu (8/8). JIBI/SOLOPOS/Chrisna Chanis Cara

Kondisi Gedung Kesenian Solo kini yang lebih banyak dipakai untuk display karya pribadi pegiatnya. Foto diambil Rabu (8/8).
JIBI/SOLOPOS/Chrisna Chanis Cara

Lelaki bertubuh gelap itu menyunggingkan senyum ketika bertemu Espos di Gedung Kesenian Solo (GKS) Rabu (8/8/2012). Ya, lelaki bernama Joko Narimo ini memang dikenal murah senyum kepada semua orang. Panjang lebar ia bercerita tentang kegiatan barunya membangun perpustaan kampung di daerah asalnya, Simo Boyolali.

Promosi Selamat Datang di Liga 1, Liga Seluruh Indonesia!

Senyumnya terus mengembang. Namun begitu Solopos.com menanyakan ihwal GKS, senyum getir menghiasi bibirnya. Sebagai programmer GKS sejak kelahiran GKS, 7 Mei 2010, Joko mengaku mulai kehilangan harapan dengan ruang seni tersebut. “Saya rasa masa depan saya bukan di sini,” ujarnya.

Joko mengakui, ide-idenya untuk memajukan GKS memang tak selancar dulu. Diungkapkannya, agenda-agenda yang dihelat di GKS kini kebanyakan permintaan dari luar. “Sudah jarang GKS membuat event sendiri seperti Festival Film Solo atau Postcard untuk Sahabat. Bagaimana lagi, kondisinya seperti ini,” keluhnya.

Di tengah konflik sengketa Sriwedari, ia dan sejumlah pegiat GKS lain memang tak bisa berbuat banyak. Ia sendiri memilih untuk mengembangkan perpustakaan pribadinya di Simo untuk mengaktualisasikan kreativitas. “Pengembangan kesenian enggak terbatas di sini (GKS). Energi kami enggak pernah hilang, hanya mungkin berpindah,” kilahnya.

Belakangan, nasib ruang seni yang akrab dengan kaum muda itu semakin miris dengan kehadiran Maleman Sriwedari. Bulan ini, GKS harus meng-cancel tiga programnya lantaran tak mau bersaing dengan ingar bingar Maleman. “Dua pertunjukan musik remaja dan Rockumentary harus diundur. Kalau dipaksakan, acaranya malah kasihan. Biasanya gratis sekarang harus bayar Rp2.000 untuk masuk wilayah Maleman. Belum lagi keramaiannya,” tukas pengelola GKS, Yayok Aryoseno.

Pihaknya berjanji menggeber acara mulai September mendatang. Sejumlah agenda telah dikantongi untuk meramaikan gedung eks Solo Theatre itu. Acara terdekat, pihaknya akan membuat pameran mural di depan gedung GKS. Sementara Oktober, imbuhnya, GKS telah di-booking Tugitu Unite untuk menggelar ulangtahun. “Semua tanpa dipungut bayaran. Seterusnya akan seperti itu.”

Ia tak memungkiri nasib GKS sedang di persimpangan jalan. Eternit jebol hingga dinding yang kusam yang belum juga diperbaiki menjadi representasi muramnya nasib GKS. Sejumlah lukisan yang dipasang seadanya menjadi satu-satunya hiburan di gedung itu.

“Kalau enggak ada acara ya seperti ini. Januari lalu sempat ngobrol dengan Pak Widdi (Kepala Disbudpar) tentang ada tidaknya bantuan. Waktu itu, kami cuma minta dana perbaikan gedung kecil-kecilan. Namun sampai sekarang belum ada kejelasan. Tapi apa pun itu, kami yakin GKS terus berjalan meski harus sendirian,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya