SOLOPOS.COM - Denada di video klip De Nada (Youtube)

Denada merasa tidak perlu mengomentari selera seni orang lain.

Solopos.com, JAKARTA – Penyanyi rap Indonesia, Denada Tambunan, kembali menunjukkan eksistensinya di belantika musik Tanah Air. Penyanyi kelahiran Jakarta, 19 Desember 1978, itu baru saja merilis video klip lagu terbaru bertajuk De Nada.

Promosi Selamat Datang Kesatria Bengawan Solo, Kembalikan Kedigdayaan Bhineka Solo

Dalam lagu kali ini, Denada kembali ke pakemnya sebagai penyanyi beraliran rap. Pada klip tersebut, Denada menampilkan tarian energik sesuai dengan alunan musik yang menghentak. Sebagai pelengkap, ia dan sejumlah penari latar mengenakan busana seksi. Jika dilihat sekilas, konsep video klip tersebut mirip dengan lagu hits Despacito yang dibawakan Daddy Yankee dan Luis Fonsi.

Penampilan seksi Denada yang memamerkan tarian seksi membuat netizen heboh. Mereka menyayangkan aksi mantan kekasih Ihsan Tarore yang dinilai tidak sopan. Video itu terlalu banyak menampilkan tarian bokong Denada.

“Musiknya keren, lagunya enak. Tapi sayang video klipnya terlalu ke barat-baratan. Coba kalau tidak seperti itu pasti lebih bagus,” komentar Melisa Tridewi.

“Lagunya enak didengar. Tapi, sayang videonya sungguh tak pantas buat adat timur, apalagi Indonesia. Ada apa denganmu mbak Denada? Kenapa makin ke sini kok makin terbuka dandanannya. Anda seniman multi-talenta. Tanpa berpenampilan seperti ini Anda banyak disukai, bahkan lebih elegan,” kritik Siti Muchlifa.

Denada merasa tidak perlu mengomentari selera seni orang lain. Baginya, ada cara yang lebih pintar jika menanggapi sebuah karya yang tidak disukai tanpa harus menjelek-jelekkan penciptanya.

Denada pun cenderung membebaskan para penggemarnya menanggapi karyanya yang terbaru, berjudul De Nada. De Nada banyak menuai komentar negatif dari para penggemar Denada karena dianggap kurang sopan. Apa lagi, karya itu juga dibanding-bandingkan dengan karya Denada ketika masih bersama sang mantan, Ihsan Tarore.

”Apapun yang kita bikin pasti akan ada orang yang suka, pasti ada orang yang enggak suka. It’s so easy, itu kebebasan mereka, sebagaimana kita punya kebebasan berekspresi sebagai seniman untuk berkesenian,” ucap Denada dilansir Okezone, Kamis (28/9/2017).

”Aku selalu bilang, ”ada gado-gado, ada sate”. Kalau kita sukanya gado-gado, ya udah yang kita beli gado-gado, satenya enggak usah dimakan. Tapi tanpa kita harus bilang ”Oh gue sukanya gado-gado, karena sate itu tau gak, daging, dibakar, berlemak”. Makanan ini, makanan itu,” tambahnya.

Senada dengan Denada, JFlow pun memang menilai karya tersebut bukan untuk seluruh peminatnya. Sementara ia mendapat komentar positif dari penggemarnya, ia menilai perbedaannya memang ada pada sifat penggemar mereka masing-masing. Apalagi, karya itu awalnya memang tidak didesain untuk disiarkan melalui televisi, dan berhubung De Nada terhitung sebagai karya JFlow, ia ingin menekankan bahwa karyanya tetap pada idealisme musik miliknya.

“Bener-bener tujuan kita digital aja. Jadi di TV tuh liat live-nya kita, menyaksikan ini beneran punya bakat enggak sih, beneran bisa nyanyi enggak sih, bisa ngerap enggak sih, itu lihat di TV. Tapi kalau ingin lihat interpretasi kita terhadap karya, itu liat video klip kita,” ucap JFlow.

“Gue selalu punya idealisme. Gue selalu menjaga kualitas musik gue harus maksimal, harus bagus banget. Selalu enggak mau nurutin selera pasar, gue ngelakuin apa yang menurut versi gue terbaik nih, maksimal banget,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya