Entertainment
Minggu, 25 November 2012 - 18:33 WIB

Ha'o Ha'e Ya'o Ya'e Hok yaaa.....! Seniman Jathilan pun Serbu Solo

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kelompok seni Turonggo Seto asal Boyolali mempentaskan kesenian jathilan di Pendhapa Ageng Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) Solo, Minggu (25/11/2012). Sebanyak 300 penari dari berbagai daerah mempentaskan kesenian jathilan secara estafet dalam rangka Festival Seni Pertunjukkan Tradisional Indonesia tahun 2012. (JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya)

Kelompok seni Turonggo Seto asal Boyolali mempentaskan kesenian jathilan di Pendhapa Ageng Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) Solo, Minggu (25/11/2012). Sebanyak 300 penari dari berbagai daerah mempentaskan kesenian jathilan secara estafet dalam rangka Festival Seni Pertunjukkan Tradisional Indonesia tahun 2012. (JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya)

“Hok ya, hok ya, hak’e hak’e, hok ya hok ya …”
Advertisement

Suara-suara itu membahana, Minggu (25/11/2012), di Taman Budaya Jawa Tengah atau yang lebih dikenal sebagai TBS. Itulah suara ratusan seniman jathilan dari berbagai wilayah di Jawa Tengah yang selama sekitar enam jam bergabntian tampil dalam Festival Seni Pertunjukan Tradisional Indonesia 2012. Alunan irama nan keras yang terdengar dari tabuhan gamelan dan suara-suara bernada tinggi sang pengrawit semakin membakar semangat para penampil.

Suara-suara penuh semangat itu seolah tak mau lepas dari hingar bingar pentas tradisional di TBS siang itu. Tua dan muda menyaksikan parade Jatilan yang baru kali pertama diadakan ini. “Kami sengaja menyuguhkan pentas Jaran Kepang atau Jatilan yang melibatkan sekitar tiga ratus penari dan pengrawit ini agar tarian itu tak punah,” ucap Seksi Pertunjukan, Bagus Jatmiko, beberapa hari lalu.

Di tengah parade Jatilan, penonton dikagetkan dengan kehadiran sesosok penari dari Kelompok Krido Santosa Karangnangka Klaten yang melenggangkan tubuhnya sembari berselendang ular weling. Tak segan-segan, perempuan paruh baya ini melakukan berbagai atraksi-atraksi tak lazim seperti meliuk-liukkan tubuhnya dengan ular atau menciumi hewan melata tersebut.

Advertisement

Dilanjutkan dengan penampilan Srikandi Berkuda dari Sanggar Turonggo Putri, Wonosari, para penari terus melenggangkan tubuhnya hingga akhir acara. Disertai dengan gerakan nan gemulai mereka berdiri di atas kuda kepang masing-masing sembari melemparkan senyum centil kepada para penonton.

Aksi lain dari kelompok Jathilan Turonggo Seto Boyolali. (JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya)

Seperti tarian Jathilan lainnya yang mengandung unsur cerita tentang kesatria berkuda, saat adegan peperangan tak jarang ibu-ibu paruh baya itu bergaya layaknya lelaki. Memasang muka sangar ditambah gestur seperti pria dewasa. “Kami ingin memberikan sisi kelembutan tarian Jatilan ini. Maka dari itu pemain kami semuanya ibu-ibu berusia sekitar tiga puluh lima tahun,” ucap pendiri Sanggar Turonggo Putri, Suhardi saat berbincang dengan Solopos.com seusai pentas.
Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif