Entertainment
Senin, 11 Januari 2016 - 10:00 WIB

INTERNATIONAL RAIN FESTIVAL 2016 : Sarat Sensasi, Begini Aksi Seniman Merespons Hujan dan Lumpur

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Anggota Ikatan Mahasiswa dan Pelajar Kalimantan Barat menyajikan tarian khas Dayak dalam International Rain Festival 2016 di pelataran Mugi Dance Studio, Desa Pucangan, Kartasura, Sukoharjo. Minggu (10/1/2016). (Sunaryo Haryo Bayu/JIBI/Solopos)

International Rain Festival 2016 digelar di Mugidance Studio Pucangan Kartasura.

Solopos.com, SUKOHARJO – Merespons hujan sebagai wujud syukur dalam pertunjukan seni International Rain Festival 2016 di Studio Seni Mugidance di Pucangan, Kartasura, Sukoharjo kali ini tak hanya semarak namun juga penuh sensasi.

Advertisement

Apalagi ketika tarian itu dilakukan di area berlumpur, kolam, dan kandang kerbau. Pertunjukan dari Komunitas Panggung (Kompang) dari Batam, Kepulauan Riau ini salah satunya.

Dalam gerimis, berkolaborasi dengan penari kontemporer yang juga seorang koreografer tari jebolan Institut Kesenian Indonesia (ISI) Solo, Nungki Nur Cahyani, mereka beratraksi interaktif di sebuah kolam kecil berbentuk elips.

Advertisement

Dalam gerimis, berkolaborasi dengan penari kontemporer yang juga seorang koreografer tari jebolan Institut Kesenian Indonesia (ISI) Solo, Nungki Nur Cahyani, mereka beratraksi interaktif di sebuah kolam kecil berbentuk elips.

Berkedalaman kurang lebih 1 meter dengan diameter sekitar 3 meter, tiga orang duduk di tengah kolam, bermain perkusi, jimbe, dan karinding. Karinding adalah salah satu alat musik tradisional Kepulauan Riau.

Sementara Nuri, dengan alunan musik perkusi yang dipadu dengan musik digital suara kodok, dan DJ performance, dalam balutan pakaian hitam bergerak dari tepi kolam. Lemah lembut, gerak tarinya menghablur bersama pepohonan di sekitar kolam, sebelum akhirnya dia masuk dan beraksi dalam kolam yang dasar dan sekelilingnya penuh lumpur.

Advertisement

Musikalisasi dua judul puisi yang berbeda dengan tarian dan alunan paduan komposisi etnik-modern di bawah rintik hujan sore itu membawa sensasi menggetarkan. Setidaknya itulah pendapat sejumlah pengunjung yang rela datang meski harus berbasah-basahan di balik mantel hujan.

“Penasaran saja, padahal tadi sempat bimbang jadi datang atau enggak. Eh, ternyata bagus. Pertunjukan di kandang, di kolam, seru, bikin merinding juga,” tukas Diah Tri Hapsari, 26, salah seorang pengunjung yang berasal dari Juwiring, Klaten.

Ketua komunitas Kompang, Taufiqurrahman, berujar tema kolaborasi mereka kala tersebut adalah Nyanyian Kodok. Sementara gabungan musikalisasi dua puisi berjudul Macan dan Mabuk sendiri menggambarkan perjalanan seorang sufi. Dalam konteks hujan, dia mengaitkannya dengan pencucian diri.

Advertisement

“Naskah komposisi vokalnya kami ambil dari tradisi lirik melayu gundam 12 sastra lisan di Kepri. Ini karya raja Ali Haji yang dikebumikan di Pulau Penyengat. Beliau itu raja sekaligus penyair, Inti dari kolaborasi ini yang negatif itu belum tentu negatif. Adapun yang negatif, bukan dihilangkan tapi, disaring,” terang dia, Minggu (10/1/2016).

Masing-masing performer dari berbagai wilayah tersebut mengaku sangat menikmati apa yang mereka lakukan selama dua hari tersebut. Apalagi sebagian rela mendirikan tenda di seputaran venue demi menyatu dengan alam.

Exciting banget, soalnya baru pertama kali perform di bawah hujan. Penarinya saja sampai mempertahankan posisi licin, kontur tanah enggak lempeng juga. Kami berusaha mengadopsi air sebagai berkah,” tutur Wolly.

Advertisement

Minggu kemarin merupakan hari kedua penyelenggaraan IRF 2016. Acara dibuka dengan penampilan tari dari Saka Galeries Solo berlanjut dengan Keluarga Persatuan Mahasiswa Kalimantan Barat, Saung Swara, Kompang, Sri Gemala Laksamana dari Kepulauan Riau (Kepri).

Kemudian Pring Sedapur dari Banyumas, Jamal dari Kalimantan, Ayu Permatasari dari Yogyakarta, SMA 2 Sukoharjo, Komunitas Seni Lobo dari Palu, Yuan Moro dan Patrick dari Filipina, Mila Rosita dari Yogyakarta, ditutup dengan wayang beber metropolitan dari Jakarta.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif