Entertainment
Jumat, 10 Maret 2017 - 20:45 WIB

Jadi Viral di Medsos, Begini Asal Mula Permainan Skip Challenge

Redaksi Solopos.com  /  Septina Arifiani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Skip Challenge (Youtube)

Skip Challenge sudah ada di Inggris sejak 2015 lalu.

Solopos.com, SOLO – Belakangan ini permainan Skip Challenge menjadi buah bibir di berbagai media sosial (medsos). Dianggap membahayakan hingga berakibat kematian, permainan ini dilarang oleh Mendikbud Muhadjir Effendy.

Advertisement

Permainan Skip Challenge atau juga disebut dengan pass out challenge sebenarnya sudah ada di Inggris sejak 2005 lalu. Ingin tahu lebih dalam apa permainan ini dan bagaimana asal mulanya? Berikut ulasannya sebagaimana dilansir Antara, Jumat (10/3/2017):

Menjadi tren di Inggris sejak 2005

Advertisement

Menjadi tren di Inggris sejak 2005

Harian The Independent menyebut fenomena choking game telah muncul sejak 2005 lalu di Inggris dan menyebabkan sejumlah kematian.

Dalam tantangan itu peserta harus ditekan dadanya sekeras mungkin selama beberapa waktu. Akibat tekanan itu suplai oksigen ke otak berkurang dan kondisi ini berujung hilangnya kesadaran hingga kematian.

Advertisement

Menjadi tren karena Internet

Sama halnya seperti Ice Bucket Challenge dan permainan di Internet lainnya, choking game juga populer karena Internet.

“Yang Internet lakukan salah satunya adalah melegalkan perilaku-perilaku tak aman dan tak sehat,” ujar Psikolog asal Inggris Emma Citron.

Advertisement

Dilakukan bahkan oleh anak muda yang cerdas

Lembaga amal di Amerika Serikat mengungkapkan tantangan ini biasanya dilakukan anak-anak muda berusia 9-16 tahun yang rata-rata cerdas dan berprestasi, bukan mereka yang merupakan pecandu alkohol dan narkotika.

Pada 2016, mereka memperkirakan sekitar 250-1000 orang anak meninggal di Amerika Serikat karena memainkan tantangan choking game.

Advertisement

Ingin jajal keberanian

Citron mengatakan bagi remaja, Skip Challenge dianggap sebagai permainan menjajal keberanian atau dare game.

“Mereka memandang sebagai dare game. Saya tidak berpikir mereka merasa itu merugikan diri sendiri, mereka hanya tidak cukup dewasa untuk menyadari betapa sangat berbahaya permainan itu,” tutur dia.

“Di sini ada unsur kompetitif – bagaimana saya bisa berani? Berapa banyak yang dapat saya lakukan?” sambung Citron.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif