Entertainment
Rabu, 27 Agustus 2014 - 15:40 WIB

Kian Dewasa, Death Vomit Tampilkan Sisi Gelap Manusia

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Death Vomit (JIBI/Harian Jogja/Arief Junianto)

Harianjogja.com, SLEMAN—Setelah vakum lebih dari delapan tahun, legenda musik deathmetal asal Jogja, Death Vomit kembali menunjukkan taringnya. Bertempat di DC Milk, Senin (25/8/2014) malam, grup band yang digawangi Sofyan Hadi (gitar, vokal), Oki Haribowo (bas, vokal) dan Roy Agus (drum) itu secara resmi meluncurkan album ketiganya bertajuk Forging A Legacy.

Di album yang memuat sembilan nomor cadas tersebut, Death Vomit berkolaborasi dengan gitaris asal Florida, Amerika Serikat, Dennis Munoz, yang merupakan gitaris dari band cadas asal Miami, Solstice. Dalam album tersebut, Munoz mengisi lead gitar di dua nomor, yakni untuk lagu berjudul Decadence of Life dan Imposing Decade Remains.

Advertisement

Vokalis Death Vomit, Sofyan Hadi mengakui delapan tahun adalah masa yang membuat Death Vomit menjadi lebih dewasa, baik dalam bersosialisasi dengan publik maupun dalam hal bermusik. Beragam cobaan dan pujian pun sudah mereka rasakan, mulai dari anggapan miring masyarakat terhadap grup band yang bergenre musik seperti Death Vomit. Hingga puncaknya, saat vokalis sekaligus tokoh Death Vomit, Agung meninggal pada 15 April 2000 lantaran overdosis.

Dari peristiwa itulah, Death Vomit kemudian bekerja keras untuk menghapus citra buruk masyarakat terhadap musik Death Metal. Selama ini masyarakat banyak menganggap musik bergenre death metal  tersebut lebih berafiliasi dengan alkohol dan kekerasan. Untuk itu Sofyan dan rekan-rekannya ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa musik tersebut tak lebih dari sekadar bahasa seni untuk mengekspresikan diri belaka.

“Jadi silakan datang dan saksikan konser musik kami. Anda akan lihat, betapa anggapan miring itu tidak benar,” ucapnya, Senin malam.

Advertisement

Dalam album ketiganya ini, Sofyan menuturkan sembilan nomor karya Death Vomit lebih banyak bercerita tentang sisi gelap kemanusiaan. Tema ini jelas berbeda dengan dua album mereka sebelumnya, Eternally Deprecated dan The Prophecy yang lebih banyak bercerita tentang tema-tema kekejaman dan kebrutalan. “Inilah bukti kedewasaan kami dalam bermusik,” ucapnya.

Pengamat musik rock asal Jogja, Krisna Baskoro, menuturkan bahwa Death Vomit merupakan band pionir musik underground di Jogja. Berawal dari komunitas dan sekadar hobi, kini mereka menunjukkan eksistensinya. Tak hanya itu, Krisna juga menuturkan bahwa dalam album ketiganya ini, Death Vomit terlihat lebih mature. Musik yang mereka bawakan tak lagi hanya brutal, tapi juga ada teknik dan kepekaan intuisi sosial mereka.

“Hebatnya lagi, mereka berhasil menggandeng gitaris Solstice. Menurut saya, Death Vomit ini adalah band lokal Jogja yang seharusnya sudah mendunia,” ucap Krisna.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif