Entertainment
Kamis, 5 Juli 2012 - 23:07 WIB

KWF HARI KE-2: Melanglang Buana Dengan Nada-Nada

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kelompok musik Rhythm De Pasion dari Singapura, menghibur penonton pada pagelaran Kretakencana Worldmusic Festival (KWF) hari kedua di bekas Pabrik Gula Colomadu, Karanganyar, Kamis (5/7/2012) malam. Pagelaran hari kedua KWF dimeriahkan oleh DR Avijit Ghosh, Ensemble I La Galigo, Rhythm De Pasion dan, Drum N Wind Jamal Mohamed. JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya


Kelompok musik Rhythm De Pasion dari Singapura, menghibur penonton pada pagelaran Kretakencana Worldmusic Festival (KWF) hari kedua di bekas Pabrik Gula Colomadu, Karanganyar, Kamis (5/7/2012) malam. JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya

Tiupan nyaring didgeridoo (suling panjang aborigin) membuka pentas delegasi Amerika, Jamal Mohamed bersama kelompoknya, Drum & Wind, di Kretakencana Worldmusic Festival (KWF), di Eks Pabrik Gula (PG) Colomadu, Kamis (5/7) malam. Tak berapa lama, alunan didgeridoo pun disambut hentakan doumbek (sejenis ketipung) Jamal Mohamed. Harmoni yang rancak itu sontak disambut tepuk tangan ribuan pengunjung KWF.

Advertisement

Memasuki hari kedua, KWF menyuguhkan sajian musik etnik yang lengkap. Dari yang berirama ngebeat hingga terkesan suram, semua terangkum dalam aksi empat delegasi. Jamal Mohamed yang menjadi artis pamungkas sukses menyuguhkan musik kaya warna. Jika di komposisi pertama lebih bernuansa jazzy, Jamal memberi sentuhan padang pasir di komposisi keduanya. Aksen itu diterjemahkannya lewat tiupan klarinet Jonathan Jones. Sejenak, penonton serasa dibawa ke Lebanon, tempat kelahiran Jamal.

Bius etnik telah dimulai ketika delegasi India, Avijit Ghosh, membuka perhelatan KWF. Dengan sarodnya (sejenis kecapi), Avijit mampu menghasilkan melodi-melodi yang indah. Kolaborasinya bersama pemain tabla (sejenis kendang), Parta Pratindas, seolah melenakan penonton dalam dekapan malam. Kadang, Avijit memainkan sarodnya dengan pelan. Namun tak terasa tempo permainannya meningkat mengikuti sambaran cahaya panggung. “Penampilan Avijit menarik. Dia mampu memainkan emosi lewat alat musiknya,” tutur seorang penonton, Dewa, 23.

Setelah Avijit, berturut-turut datang penampilan dari Ensemble I La Galigo Makassar dan Rhythm de Pasion. Malam itu, I La Galigo menghasilkan nada-nada suram lewat alat musik seperti suling, pitu-pitu, katto-katto (sejenis alat musik bambu) dan rebab. Sementara Rhythm de Pasion sukses meningkatkan tensi pertunjukan lewat irama brazilian afro-nya. Memadukan alat musik perkusif dan modern, Rhythm de Pasion memuntahkan nada gado-gado seperti rock, pop hingga reggae.

Advertisement

“First time in Solo. People very good. Tomorrow we’ll be here again,” tutur sang vokalis, Kim, memuji antusiasme penonton. Wajar saja, malam itu hanya Rhythm de Pasion yang sukses mengajak penonton bangkit dari kursi dan berdansa.

KWF masih akan berlanjut dengan penampilan Avijit Ghosh, Rhytm de Pasion, kolaborasi Jamal Mohamed dan Bahana Etnik Padang Panjang serta Balawan, Jumat (6/7) malam.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif