SOLOPOS.COM - Salah satu adegan dalam pentas perayaan satu dekade Ketoprak Ngampoeng di Gedung Kesenian Taman Balekambang, Kamis (20/7/2017) malam. (Istimewa)

Ketoprak Ngampoeng telah menyambangi banyak kampung untuk melestarikan ketoprak.

Solopos.com, SOLO--Malam perayaan satu dekade Ketoprak Ngampoeng di Gedung Kesenian Taman Balekambang, Kamis (20/7/2017) malam berlangsung meriah. Pentas hari jadi yang mayoritas diramaikan para pemain muda ini menjadi pembuktian sepuluh tahun eksistensi mereka menghidupkan ketoprak lewat pentas kesenian di kampung-kampung.

Promosi Championship Series, Format Aneh di Liga 1 2023/2024

Tak terhitung lagi berapa banyak kampung yang pernah dikunjungi dalam rangka pentas ketoprak murah yang berawal dari Ketoprak Muda Balekambang. Hampir semua kampung di Solo dan wilayah Jawa Tengah pernah menjadi saksi kemeriahan pentas mereka yang biasanya membawakan lakon-lakon populer dengan dominasi dagelan. Tak hanya sebagai media hiburan, besar harapan mereka Ketoprak Ngampoeng menjadi penyemangat baru kelompok kesenian di kampung-kampung yang saat ini mulai mati suri.

“Kami selalu menyampaikan pentas dengan bahasa sederhana dan komunikatif. Itu yang membuat Ketoprak Ngampoeng masih sering tampil meski tak seramai dulu. Dalam sebulan mereka bisa tampil sekitar empat kali,” kata Tatak saat berbincang dengan solopos.com, Jumat (21/7/2017).

Seperti latar belakang kelahiran mereka, perayaan ulang tahun Ketoprak Ngampoeng biasanya digelar bergiliran di kampung-kampung se-Soloraya.

Seolah ingin memberikan suguhan yang berbeda dari biasanya, tahun ini mereka menggelar pesta perayaan di Gedung Kesenian Taman Balekambang dengan konsep lebih serius. Sebanyak 28 kru dan pemain muda terlibat dalam garap baru Ketoprak Ngampoeng dengan lakon Wangsapati. Dibantu beberapa pegiat seni muda lainnya dari UNS dan ISI Solo.

Kisah Wongsopati berlatar belakang perang Blambangan dan Majapahit. Ia merupakan Abdi Kinasih Ronggolawe Adipati Tuban yang menjadi Senopati Majapahit melawan Minak Jinggo Adipati Blambangan. Pentas yang juga dimeriahkan aksi kocak Doel Pecas Ndahe, dan Titus ini sekaligus sebagai media refleksi tentang nilai-nilai nasionalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Wongsopati bukan pejabat. Dia hanya prajurit biasa, sebagai penongsong atau pembawa payung Ronggolawe saat maju perang di medan laga. Dari sanalah cerita mengalir berbicara banyak hal sosial, politik dan cinta tanah air,” kata Sutradara pentas, Dwi Mustanto, Rabu (19/7/2017).

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya