Entertainment
Kamis, 15 Agustus 2013 - 09:56 WIB

Malam Ini, Mbah Prapto Pentaskan Manusia Pemakan Bangkai

Redaksi Solopos.com  /  Tutut Indrawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Suprapto Suryodarmo (Dok/JIBI/Solopos)

Suprapto Suryodarmo (Dok/JIBI/Solopos)

Seniman sekaligus budayawan asal Kota Bengawan, Suprapto Suryodarmo, prihatin dengan ketamakan manusia urban dalam mengekplorasi lingkungan sekitar.

Advertisement

Berangkat dari keprihatinannya, seniman yang akrab disapa Mbah Prapto ini bakal menggelar pementasan performing arts  bertajuk Manusia Pemakan Bangkai di Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT), Kamis (14/8/2013) malam.

Bagi lelaki kelahiran 24 Februari 1945 ini, manusia tak ubahnya sebagai parasit bagi alam. Tanpa pernah terbersit rasa terimakasih pada penyedia sumber energinya, manusia terus-menerus  mengonsumsi beragam binatang dan sayuran yang disediakan alam.

“Sebenarnya kita semua tahu kalau yang kita konsumsi setiap hari itu bangkai binatang dan sayuran. Binatang dan sayuran yang dikorbankan itu padahal sempat punya nyawa. Kadang manusia lupa pada itu semua,” ujarnya ketika berbincang dengan Solopos.com, Rabu (15/8/2013).

Advertisement

Mbah Prapto mengungkapkan pementasan Manusia Pemakan Bangkai bakal membangkitkan kesadaran manusia untuk menghargai sumber penyedia energi, yang jamak mereka konsumsi selama ini.  “Bentuk pementasannya sendiri akan menggambarkan ritual mendoakan arwah-arwah bangkai yang selama ini menjadi bahan konsumsi. Ini sebagai wujud rasa terimakasih kepada yang telah dikorbankan selama ini,” katanya.

Pertunjukan ini bakal menampilkan empat penari antara lain Mbah Prapto, Fitri, Rani dan Kerempeng. Tata musiknya dipercayakan kepada Bagoes TWU dan Anggit. Sedangkan tata lampu digarap Joko.  “Pertunjukan ini akan saya kemas dengan gaya perkotaan. Ada ritual yang memiliki rasa kota. Nanti bakal ada nuansa musik hip-hop dan pertunjukan pesta sate,” bebernya.

Melalui pertunjukannya ini, Mbah Prapto secara khusus ingin menyentil masyarakat urban yang tinggal di perkotaan yang dipandang abai dengan sekeliling.  “Kalau di desa, keberadaan binatang dan tumbuhan masih terasa wujudnya. Di kota, binatang ini hanya hadir di gambar saja. Jadi banyak manusia urban yang lupa peran mereka [binatang],” pungkasnya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif