SOLOPOS.COM - TEATER- Dr Waldemar Tatarczuk mementaskan karya berjudul <em>Pass</em> di Padepokan Lemah Putih Solo, Minggu (1/5) malam.

Laki-laki itu duduk terdiam. Di hadapannya, bongkahan-bongkahan es batu ditebarkan. Selang beberapa detik, laki-laki tersebut melempar batu berukuran kepala anak balita ke arah es batu, membuat bongkahan air beku itu berceceran. Terdengar suara batu menggelinding di atas lantai. Suara itu sempat membuat beberapa penonton di sekelilingnya terkejut.

TEATER -- Dr Waldemar Tatarczuk mementaskan karya berjudul Passdi Padepokan Lemah Putih Solo, Minggu (1/5) malam.

Malam itu, Minggu (1/5), seorang seniman dari Polandia, Waldemar Tatarczuk, membuat pertunjukan bertajuk Pass di Pendapa Padepokan Lemah Putih. Waldemar merupakan salah seorang penyaji dalam performance art event tahunan, Undisclosed Territory #5 yang tahun ini telah memasuki tahun kelima.
Waldemar lalu berjalan dalam kegelapan mencari batu-batu lainnya di sekitar Padepokan Lemah Putih, dibawanya ke tengah pendapa, tempat bongkahan es batu tadi berceceran. Ditatanya satu per satu batu-batuan yang basah oleh air dan lumpur sisa hujan yang baru berhenti beberapa detik lalu. Terbentuk tumpukan yang menggunung. Kemeja dan celana hitam yang ia kenakan begitu rapi tadi, menjadi basah terkena lumpur. Dari berbagai penjuru, ia terus mengumpulkan batu dan menatanya. Bagi mata yang jeli memandang, tampak es batu yang berceceran di sekitar Waldemar terduduk menata batu, menghasilkan efek uap yang seakan keluar dari tubuh Waldemar. Sungguh pemandangan visual yang tak terduga, yang bahkan mungkin tak disadari olehnya.
Sebuah cermin setinggi kurang lebih satu meter dipasang Waldemar, menutupi pandangan penonton dari batu-batu dan dirinya. Dari samping, tampak Waldemar melempar atau tepatnya membuang batu-batu yang telah ditatanya ke luar, ke samping kanan dan kirinya, hingga tak bersisa. Dengan kemeja yang ia lepas, kemudian ia tampak sibuk mengelap lantai yang kotor oleh air dan lumpur.
Puluhan penonton yang berasal dari berbagai daerah, bahkan mancanegara yang penasaran, lalu berkerumun di sekitar cermin. Luar biasa, ternyata apa yang ia lakukan dengan air, lumpur dan sapuan kemeja di lantai menghasilkan lima huruf, yang bila dibaca secara memantul dari cermin di depannya muncul kata “jejak”.
“Semua kehidupan pasti meninggalkan jejak. Jejak itu sebenarnya hanya sementara. Semua orang ingin membangun suatu jejak seakan ingin hidup selamanya, tapi itu tidak mungkin dan jejak itu pasti hilang,” ungkap Waldemar menceritakan alasannya menulis kata itu.
Sayangnya, Waldemar sendiri juga belum bisa memberi alasan kenapa ia memilih batu, es batu dan cermin untuk membuat jejak itu. Benda-benda itu menurutnya, semua terlintas secara spontan dalam alam pikirannya. “Mungkin sekitar satu pekan setelah pertunjukan ini, saya baru bisa menyadari mengapa saya memilih benda-benda itu, yang jelas itu semua pasti punya makna, tapi saya belum tahu,” imbunya.
Ya, pertunjukan itu benar-benar suatu skenario yang tak terduga, awal dan akhirnya. Suprapto Suryodarmo menyebut Pass sebagai sesuatu yang menggetarkan jiwa dan raga. Waldemar telah membuat karya untuk menembus kesadaran baru, melihat karya itu adalah bagian kehidupan, bukan hanya sekadar keindahan.
“Melalui karyanya, Waldemar melihat dunia dan kehidupan dari sudut pandang baru. Mungkin peristiwa ini akan mempunyai jejak dalam sebuah proses kehidupannya,” ujar Mbah Prapto.

Promosi Bukan Mission Impossible, Garuda!

Oleh: Syahaamah Fikria

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya