Entertainment
Kamis, 6 Desember 2012 - 14:05 WIB

Menelusuri Jejak Kejayaan Watu Ijo

Redaksi Solopos.com  /  Rochimawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pengunjung melintas di salah satu karya patung bertajuk Watu Ijo yang berlangsung sejak 4-11 Desember 2012. Sebanyak 19 perupa Jogja turut ambil bagian dalam pameran ini. (Harian Jogja/JIBI/Kurniyanto)

Pengunjung melintas di salah satu karya patung bertajuk Watu Ijo yang berlangsung sejak 4-11 Desember 2012. Sebanyak 19 perupa Jogja turut ambil bagian dalam pameran ini. (Harian Jogja/JIBI/Kurniyanto)

Batu hijau sejak zaman dahulu kala banyak ditemukan di Gunung Berjo tepatnya di Desa Sidoluhur, Godean. Batu ini sejak zaman Belanda seringkali digunakan sebagai bahan dasar untuk membuat kuburan China tradisonal.

Advertisement

Tak hanya itu, batu hijau pada waktu tahun 50-an juga acapkali digunakan sebagai campuran untuk membuat jalan raya. Hanya seiring perjalanan waktu batu hijau kini tidak lagi mudah ditemukan di Gunung Berjo. Pada sisi bagian timur Gunung Berjo, misalnya, bagian atasnya kini terjal, tegak lurus dan tidak landai lagi karena seringkali ditambang.

Potret kejayaan batu hijau di masa lalu dihadirkan di Bentara Budaya, Jalan Suroto, Kotabaru, lewat sebuah pameran patung bertajuk Watu Ijo yang berlangsung dari 4-11 Desember 2012. Sebanyak 19 perupa Jogja turut ambil bagian dalam pameran ini, di antaranya seperti Edhi Sunarso, Waljiono, Win Dwi Laksono,Yul Hendra, Edi Sunaryo, Eko Mei Wulan dan sebagainya.

Sekertaris Bentara Budaya, Wuryani menuturkan seluruh peserta dalam pameran tersebut merupakan perupa yang sudah tidak asing lagi dalam membuat patung berbahan batu. “Dalam pameran ini kami tidak menentukan tema khusus namun kami hanya meminta mereka untuk membuat patung dari bahan batu hijau,” katanya, Rabu (5/12/2012).

Advertisement

Karya yang dipamerkan tersebut merupakan karya yang dibuat pada 1950-2012. Karya tertua milik seniman legendaris Jogja, Edhi Sunarso. “Namun kebanyakan memang dibuat tahun 2012,” katanya.  Meskipun meminta perupa menggunakan batu hijau, dalam pameran itu tidak sedikit perupa yang justru menggunakan batu jenis andesit dari Gunung Botak dan dari Majalengka, Jawa Barat.

Hal ini terpaksa dilakukan seniman karena batu hijau sendiri telah sulit untuk dicari. “Saat inipun tidak mudah untuk mengambil batu itu untuk keperluan apapun karena kondisinya memang cukup mengkhawatirkan,” paparnya.

Wuryani menambahkan sejatinya tidak banyak perupa yang bisa menggunakan bahan dasar batu hijau dalam berkarya. Karena batu itu tergolong keras sehingga membutuhkan tenaga, keuletan, dan pengalaman dalam membaca urat baru sehingga memudahkan patung untuk dipahat. “Salah sedikit saat memukul bisa hancur dan sulit untuk dibentuk kembali,” jelasnya.

Advertisement

Pameran seni patung Watu Ijo di Bentara Budaya sendiri tergolong langka. Terakhir Bentara Budaya memamerkan seni patung dari Prumpung, Muntilan yang menggunakan bahan patung dari batu Gunung Merapi.

Advertisement
Kata Kunci : PAMERAN SENI
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif