SOLOPOS.COM - Putra pendiri Srimulat, Eko Saputro alias Koko, menjelaskan tentang RA Srimulat. (Tangkapan layar YouTube Espos Indonesia)

Solopos.com, SOLO-Menurut putra pendiri Srimulat, Eko Saputro alias Koko, awal mula grup lawak Srimulat ini terbentuk berkat pertemuan antara Teguh Slamet Rahardjo dengan Raden Ayu Srimulat atau RA Srimulat. Pertemuan keduanya diketahui melalui dunia musik khususnya musik keroncong. Simak ulasannya di kabar artis kali ini.

Kala itu Teguh Slamet Rahardjo dijuluki sebagai master melodi keroncong Jawa Tengah, sedangkan Raden Ayu Srimulat menjadi maskot keroncong. Koko menceritakan bahwa pertemuan Teguh Slamet Rahardjo dengan Raden Ayu Srimulat terjadi di Purwodadi ketika melakukan pertunjukan bersama.

Promosi Ongen Saknosiwi dan Tibo Monabesa, Dua Emas yang Telat Berkilau

Jika dilihat melalui namanya RA Srimulat ini merupakan seorang berdarah biru, namun untuk  mengejar cita-citanya ia lari dari istana. Koko menceritakan bahwa selain untuk  mengejar cita-citanya tersebut ia juga mengalami beberapa kesulitan ketika berada di dalam tembok keraton.

“Kalau di dalam tembok kebangsawanan dia nggak mungkin bias berekspresi, di zaman dulu seperti itu kan. Mau nggak mau  dia lari untuk menuruti passion-nya tersebut,” ungkap Koko pada kanal YouTube Espos Indonesia pada Senin (28/8/2023).

RA Srimulat ini juga pernah hampir menjadi pahlawan emansipasi kesenian, karena dia berani untuk menghempas aturan-aturan mengenai patriaki misalnya saja bernyanyi diatas panggung dimana kala itu perempuan naik panggung dianggap “saru” atau tabu.

Meskipun tak jadi disahkan menjadi pahlawan emansipasi wanita dalam bidang kesenian karena larangan sang suami, mendiang RA Srimulat membuat pengaruh yang cukup besar setelah ia berani untuk melakukan pertunjukan. Banyak sinden-sinden ataupun para seniman wanita yang mulai untuk mengikuti jejak mendiang RA Srimulat ini untuk tampil di panggug.

Tak semulus yang dilihat, selama perjalanannya merintis karier  ternyata mendiang RA Srimulat kerap kali dikejar-kejar oleh pihak keluarganya karena dianggap memalukan.  “Bu Sri itu sering dikejar-kejar pihak keluarga, karena dianggap memalukan. Kalau umpama ketangkep pasti dipaksa dibawa pulang ke kawedanan,” kata Koko.

Menurutnya, mendiang ayahnya pernah bercerita bahwa mendiang RA Srimulat ini menjadi sangat berani untuk menentang segala aturan kebangsawanan kala itu, karena ia tak dapat membendung ekspresinya dalam kesenian tersebut.

Bagi Koko cerita paling seru mengenai mendiang RA Srimulat ialah ketika mendiang  lari dari kawedanan yang memiliki penjagaan sangat ketat saat itu serta mendiang juga lari tanpa membawa apapun.

Selain seorang seniman berbakat, dia juga pernah menjadi seorang mata-mata TNI kala itu. Mendiang RA Srimulat ini dapat menjadi mata-mata TNI karena ketika ia masih di grup music keroncongnya ia sering ditangkap untuk dibawa ke kamp-kamp Belanda kala itu.

“Bu sri pasti ngajak 1 grup ya paling 10 oranglah. Anak buahnya ada yang cowok ada yang cewek. Habis nyanyi itu anak buahnya itu udah di-briefing, kamu kesana kesana itu lihat situasi ya, gudangnya senjata dimana, gudang ransum dimana, ininya dimana,” kata Koko.

Setelah selesai bernyanyi sembari mengamati situasi didalam kamp bisanya mendiang RA Srimulat akan melaporkannya kepada komandan TNI. Meskipun mendiang RA Srimulat ini ketika “lari” dari kawedanan tak memiliki misi untuk membantu politik RI kala itu, namun nyatanya apa yang mendiang lakukan saaat itu juga membantu Indonesia untuk memata-matai para penjajah Belanda hingga Jepang. Namun, keberaniannya tersebut tak selalu memberikan hasil yang membahagiakan karena ketika munculnya gerakan G30SPKI mendiang mendapatkan imbasnya.

“Saat itu Srimulat sudah di Surabaya, nah pada saat itu di daerah Solo dan Jogja banyak chaos, banyak orang awam yang dituduh PKI ditangkap. Itu ada satu cerita tragis bahwa Bu Sri ditangisi keluarga pelawak-pelawak seniman yang ikut Srimulat ke Surabaya. Akhirnya Bu Sri minta tolong Kodam Brawijaya, dijemputlah 5 truk ke Solo, 5 truk ke Jogja dibawa ke Surabaya diamanin.” Kata Koko.

“Bapakku pernah cerita Bu Sri nggak pernah melindungi kalau mereka bener-bener tersangkut PKI,” bebernya.

Koko juga bercerita bahwa karakter mendiang RA Srimulat ialah cal-cul atau ceplas-ceplos. Dia juga memiliki hubungan yang baik dengan para tentara dan polisi ia selalu menganggap mereka sebagai anak-anaknya.  Mendiang  RA Srimulat ini tetap rendah hati. “Bu Sri nggak merasa punya andil banyak, saya hanya membantu,”  kata Koko.

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya