SOLOPOS.COM - Sejumlah karya dipajang dalam Pameran Ilustrasi dan Diskusi Cersil Mengingat Kho Ping Hoo di Balai Soedjatmoko, Solo, Sabtu (11/8/2012). Pameran tersebut diharapkan mampu mengenalkan generasi muda kepada sosok penulis legenda seperti Kho Ping Hoo. (JIBI/SOLOPOS/Agoes Rudianto)


Sejumlah karya dipajang dalam Pameran Ilustrasi dan Diskusi Cersil Mengingat Kho Ping Hoo di Balai Soedjatmoko, Solo, Sabtu (11/8/2012). Pameran tersebut diharapkan mampu mengenalkan generasi muda kepada sosok penulis legenda seperti Kho Ping Hoo. (JIBI/SOLOPOS/Agoes Rudianto)

Kho Ping Hoo bukan sekadar penulis biasa. Lewat deretan kisah silatnya, Kho Ping Hoo mampu mengajak manusia Indonesia gemar membaca. Masa kering literasi paskakemerdekaan berangsur membaik kala lelaki asal Sragen ini menelurkan 120 karyanya. Menanti dan penasaran kisah selanjutnya. Itulah yang dirasakan penikmat Kho Ping Hoo medio 1960-1990-an.

Promosi Sejarah KA: Dibangun Belanda, Dibongkar Jepang, Nyaman di Era Ignasius Jonan

“Kho Ping Hoo mampu memantik kegemaran membaca bangsa Indonesia. Mereka rela membaca cerita berjilid-jilid yang sangat panjang,” ucap sastrawan Sindhunata saat membuka Pameran Ilustrasi Mengingat Kho Ping Hoo di Balai Soedjatmoko, Sabtu (11/8/2012) malam.

Sekitar 40 ilustrasi karya ilustrator Kho Ping Hoo seperti Yanes, Sriwidjono, Win Dwi Laksono dan Sri Widodo seolah mengajak pengunjung kembali ke masa kejayaan Bu Kek Siansu dll. Malam itu, warga lintas generasi dan suku bangsa membaur menikmati keindahan visual cerita. “Setiap jeda jilid Kho Ping Hoo itu selalu bikin penasaran. Penginnya cepat terbit seri terbaru. Dulu dalam sepuluh hari bisa terbit satu seri,” kenang penikmat Kho Ping Hoo, Ari Headbang, 41.

Rasa cintanya kepada pengarang keturunan Tionghoa itu pun ditunjukkan dalam pameran. Ari rela membawa sejumlah koleksinya untuk dipajang. Konsepnya cukup unik. Ia men-display koleksinya dalam gerobak putih menyerupai gerobak hik. Selain karya Kho Ping Hoo, gerobak yang bertuliskan Persewaan Buku Cahaya itu menyimpan koleksi pengarang kawakan seperti Ganes TH dan Yan Mintaraga. “Sejak SD saya sudah mengoleksi Kho Ping Hoo. Waktu itu harganya masih Rp250,” terang lelaki yang memiliki 105 judul komplit Kho Ping Hoo.

Seorang ilustrator Kho Ping Hoo, Win Dwi Laksono, menilai karya Kho Ping Hoo sangat “liar” dan menghipnotis. Suatu waktu, ia pernah diundang masuk ruang kerja kerja penulis Badai Laut Selatan itu. “Di sana ada tiga mesin ketik. Yang menarik, ia ternyata tidak pernah menyiapkan skema ending untuk tiap ceritanya. Ia selalu berkata tidak tahu jika ditanya akhir kisahnya. Itu menandakan beliau sangat imajinatif,” tutur ilustrator Kho Ping Hoo medio 1990-1994 ini.

Meski raganya telah pergi 18 tahun lalu, karya Kho Ping Hoo masih dikenal hingga kini. Percetakan milik keluarga di bilangan Gandekan terus menelurkan kisah-kisah lelaki bernama depan Asmaraman Sukowati ini. Sindhunata memandang, Kho Ping Hoo memiliki sumbangan besar di sastra Indonesia. “Ia membuktikan rakyat non-pribumi mampu menyumbang sesuatu untuk kemajuan Indonesia.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya