Solopos.com, SOLO — Kita bisa memilah genre musik dengan stempel “berkelas” untuk disukai. Tapi soal bunyi dan suara, adalah urusan telinga. Malu mengakui, tapi lama-lama ikut jatuh cinta juga.
Seperti kegandrungan generasi milenial pada dangdut koplo dan campursari. Mereka meramu musik akar rumput tersebut agar sesuai selera. Local pride menjadi identitas baru yang diperbincangan di skena indie maupun media sosial belakangan ini.
“Dulu orang seperti rasis kalau membahas soal dangdut. Mereka yang suka koplo dipandang sebelah mata. Ada semacam kasta yang membuat saya jadi malu mengakui,” kata Laras, 28, salah satu penikmat musik koplo saat diwawancara