SOLOPOS.COM - Para peserta program Lokovasia berfoto bersama di kompleks Pendapa ISI Solo, Sabtu (11/11/2023), sebelum bertolak ke Bali. (Solopos/Damar Sri Prakoso)

Solopos.com, SOLO – Sebanyak 81 seniman musik tradisi dari berbagai daerah di Indonesia mengusung misi mulia untuk berelaborasi dan ekshibisi dalam program Lokakarya Konservasi dan Inovasi Musik Tradisi Indonesia (Lokovasia) di Bali.

Kegiatan itu dilaksanakan mulai dari Minggu (12/11/2023), hingga puncak acara konser yang diselenggarakan pada Sabtu-Minggu (18-19/11/2023) di Art Centre, Taman Budaya Bali.

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

Mereka terdiri atas 3 komponis, 5 musisi, 2 peneliti musik, dan 10 grup musik.

Terdapat dua wakil dari Soloraya yang mengikuti kegiatan itu yakni Gamelan Kalatidha dari Solo yang masuk kategori grup musik, dan Mukhlis Anton Nugroho dari Karanganyar yang masuk kategori peneliti musik.

“Saya dan teman-teman senang sekali bisa lolos ke fase ini. Program Lokovasia mendapatkan antusiasme yang tinggi dari masyarakat Indonesia. Ada 350 orang dan grup yang mendaftarkan diri sebagai peserta, dan hanya diambil 81 orang. Yang jelas, kami akan menyajikan yang terbaik saat di Bali nanti. Mudah-mudahan, tahun depan program ini ada lagi,” kata Wahyu Thoyyib Pambayun dari grup musik Gamelan Kalatidha, saat ditemui Solopos.com di Pendapa ISI Solo, Sabtu (11/11/2023).

Sementara itu, Mukhlis Anton Nugroho menyatakan bakal mang-capture semua proses elaborasi dan ekshibisi musik tradisi dalam penelitiannya.

“Saya ambil bagian dalam program Lokovasia ini sesuai peran saya sebagai peneliti musik,” kata mahasiswa S3 ISI Solo ini, sebelum pemberangkatan ke Bali.

Sebelum ke Bali, kata dia, seluruh perserta diwajibkan untuk mengikuti proses mentoring intensif dari para pakar yang berkompeten di bidangnya. Mentor itu meliputi Otto Sidharta, I Nyoman Windha, Dwiki Dharmawan, Dieter Mack, Singgih Sanjaya, dan Peni Candra Rini.

Pertemuan para mentor Lokovasia secara daring. (Dok Lokovasia)

Kegiatan mentoring berjalan sebulan secara daring karena komposisi peserta yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jambi, Kalimantan Tengah, Maluku Utara, Bali, Riau, Sulawesi Tengah, Kalimantan Barat, DKI Jakarta, Aceh, DI Yogyakarta, dan Sumatara Barat.

“Pada awalnya, proses mentoring dilakukan secara terpisah, berdasarkan kategori peserta. Komponis mendapatkan mentoring dalam ranah kekaryaan, baik ide, gagasan, konsep, teknik, metode dan moda pengembangan artistik lainnya,” terang Konseptor program Lokovasia, Setyawan Jayantoro.

Mereka ditantang untuk melakukan penguatan pada ide penciptaan yang berbasis pada musik tradisi Indonesia yang melimpah dan beragam. Sehingga, keberadaan instrumen dengan beragam karakteristik bisa lebih tergali, serta terdorong untuk mampu dalam memanfaatkan materi penciptaan yang berbasis tradisi.

Sementara, peserta dengan kategori grup dan musisi juga mendapatkan mentoring baik dalam ranah karya serta pengembangan permainan instrumen tradisi.

Dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda, proses mentoring menjadi ruang interaksi yang sangat dinamis, cair, dan dialektis antarseniman dari latar belakang budaya yang berbeda.

“Masing-masing grup dan musisi akan saling memahami karakteristik musik yang dimainkan oleh peserta lainnya. Sama halnya seperti komponis, peserta grup dan musisi juga ditantang untuk dapat menampilkan sebuah repertoar komposisi musik yang bersifat kolaboratif, dan inovatif,” ujarnya.

Di sisi lain, peserta yang tergabung dalam kategori peneliti musik juga memiliki tanggung jawab dalam meliterasikan seluruh aktivitas diskusi, dialog konseptual, proses kreatif, catatan mentoring, serta hal-ihwal yang signifikan dalam program Lokovasia.

“Bukan hanya juru tulis saja, namun peneliti juga ditantang untuk mampu menganalisis peluang-peluang, dan memungkinkan untuk membuka peluang-peluang ruang kreatif baru. Harapannya melalui program ini mampu memunculkan perspektif dan paradigma baru dalam memahami musik tradisi,” imbuh dosen ISI Yogyakarta ini.

Menurut Setyawan Jayantoro, sejauh ini musik tradisi selalu dipahami melalui dua perspektif yang selalu dibenturkan antara konservasi kontra inovasi. Seakan-akan tidak ada titik temunya.

Seolah-olah kalangan konservatif selalu menolak langkah-langkah inovasi yang dianggap merusak pakem, serta menganggap liyan sebagai wahana pelarian karena tak mampu bermain klasik. Begitupun sebaliknya, menganggap kalangan konservasi tak punya kemampuan untuk mengembangkan tradisi.

Sebelumnya program Lokovasia hasil kerja sama dengan Yayasan Musik SJ itu dirancang guna mengimplementasikan empat rumusan konsep.

Pertama, media stimulasi penjaringan, pemetaan serta pengembangan minat, bakat, dan kompetensi generasi muda Indonesia dalam spirit gerakan pelestarian hingga pengembangan musik tradisi Indonesia.

Kedua, lokomotif pergerakan konservasi musik tradisi dalam implementasi kritis dan progresif. Arus pergerakannya didasarkan pada perspektif yang komprehensif serta semangat kreasi yang inovatif.

Ketiga, ruang interaksi gagasan dan kreativitas penciptaan, pertunjukan, produksi, pengarsipan karya, hingga pengayaan literasi dengan mempertemukan talenta-talenta dari berbagai latar belakang kebudayaan musik tradisi Indonesia yang beragam.

Keempat, katalisator penciptaan, penyajian, pengkajian, dan produksi karya-karya musik tradisi dalam format klasik hingga kontemporer melalui ajang publikasi karya berkelas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya