SOLOPOS.COM - Salah satu penampilan dalam Ngayogjazz, Sabtu (20/11/2015). (JIBI/Harian Jogja/Bernadheta Dian Saraswati)

Ngayogjazz 2015 menjadi kesempatan bagi orang desa untuk melihat jazz, dan orang kota untuk melihat musik tradisional

Harianjogja.com, SLEMANNgayogjazz 2015 yang digelar di Pedukuhan Karang Tanjung dan Karang Kepuh, Desa Pendowoharjo, Sleman, Sabtu (21/11/2015) benar-benar membuktikan adanya keberagaman.

Promosi Mendamba Ketenangan, Lansia di Indonesia Justru Paling Rentan Tak Bahagia

Divisi Kreatif Ngayogjazz, Vindra Dirata, mengatakan tema keberagaman kali ini sengaja diangkat untuk meningkatkan kebersamaan, pertemuan antarmasyarakat kota dan pedesaan serta menjauhkan permusuhan.

“Maka kenapa kami milih di desa karena ingin mempertemukan lapisan masyarakat. Orang desa bisa melihat apa itu jazz, orang kota bisa lihat kesenian tradisional,” jelasnya di sela-sela acara.

Tak dipungkiri bahwa selama ini masih ada masyarakat yang menganggap musik jazz sebagai musik kaum elite dan berbayar tinggi. Namun dengan konsep Ngayogjazz dari pertama hingga ke sembilan ini, Vindra dan tim ingin semakin mendekatkan jazz pada kalangan menengah ke bawah. Tidak hanya di perkotaan tapi juga pedesaan.

Selain ingin menyuguhkan unsur kesenian bermusik, Ngayogjazz kali ini juga membawa kritik bagi pemerintah. Seperti saat pembukaan Ngayogjazz, ada tokoh ‘pejabat tinggi’ yang digambarkan dengan pria berdasi yang berjalan menggunakan egrang.

Vindra menjelaskan, tokoh yang diperankan oleh Tejo Badut itu sengaja menyindir bahwa pejabat pemerintah Indonesia kali ini terkadang bersikap seperti badut. “Mereka sering menjadi badut karena tidak merepresentasikan sebagai orang yang dipercaya rakyat,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya