Entertainment
Kamis, 8 Desember 2011 - 09:48 WIB

Pameran Abstraksi Biomorfis, simbol ketidakberdayaan manusia...

Redaksi Solopos.com  /  Tutut Indrawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

JIBI/SOLOPOS/ Sunaryo Haryo Bayu SENI KONTEMPORER-Karya seni rupa kontemporer Abstraksi Biomorfis karya Narsen Afatara yang dipamerkan di Balai Soejadmoko, Solo, Rabu (7/12/2011).

(Solopos.com)–Suatu karya seni rupa tak selamanya lahir dengan ukuran-ukuran yang lazim dan artifisial. Adakalanya, seni rupa, terlebih seni rupa kontemporer, menemui bentuk imajinatifnya sendiri. Bentuk yang kadang tak terbayangkan oleh penikmat seni sebelumnya.

Advertisement

Dalam pameran seni rupa kontemporer bertajuk Abstraksi Biomorfis di Balai Soedjatmoko, Rabu-Rabu (7-14/12/2011), Narsen Afatara menunjukkan pengalaman estetiknya lewat karya-karya biomorfis.

Karya yang menurut dosen Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret ini merupakan simbol ketidakberdayaan manusia di tengah pergulatan zaman.

“Karya biomorfis lahir dari tekanan-tekanan psikologis kehidupan. Sehingga bentuk-bentuk yang dihasilkan sangat luwes dan dinamis. Seperti halnya konsep bentuk amoeba, protozoa dan manusia,” terang Narsen saat ditemui di sela-sela pameran, Rabu (7/12/2011).

Advertisement

Benar saja. Di pameran tunggal pertamanya sejak vakum cukup lama di dunia seni ini, Narsen menggeber 25 karya yang sarat akan bentuk yang bergerak (kinetik). Pengalamannya selama hampir 40 tahun di bidang seni seolah mempertajam instingnya untuk terus menemukan inovasi penciptaan.

Salah satunya lewat tv monitor yang terintegrasi dalam empat karya terbarunya bertajuk Abtraksi Biomorfis.  Melalui tv monitor ini, Narsen menjadikan karya berbahan tembaga tersebut sebagai monumen abstraksi biomorfis yang dinamis dan terus bergulir.

“Karya ini statis namun di saat yang sama juga dinamis. Statis karena bisa dilihat dan diraba secara fisik. Sisi dinamis terekam lewat karya tiga dimensi yang ada di tv monitor. Di sana pengunjung bisa mengetahui bentuk-bentuk biomorfik yang diibaratkan lahir dari sebuah depresi dan penekanan.”

Advertisement

Baginya karya tersebut memang dimaknainya sebagai wujud ketidakberdayaan manusia. Untuk itulah, ia getol mengajak seniman lain untuk merealisasikan konsep biomorfisnya. “Saya ingin karya ini menjadi monumen ketidakberdayaan manusia, milik semua warga dunia,” tutur Narsen yang baru saja lulus studi S3 di ISI Jogja tersebut.

Di sisi lain Ketua Balai Soedjatmoko, Hari Budiono memandang karya Narsen cukup menonjol dan menawarkan pembaruan.

(Chrisna Chanis Cara)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif