SOLOPOS.COM - WAYANG HIP-HOP- Seniman Jogja menggelar sebuah pertunjukan wayang hip-hop yang dipadu dengan musik hip-hop oleh kelompok KM 7 di Titik Nol, Jogja, Rabu (25/8). (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

WAYANG HIP-HOP- Seniman Jogja menggelar sebuah pertunjukan wayang hip-hop yang dipadu dengan musik hip-hop oleh kelompok KM 7 di Titik Nol, Jogja, Rabu (25/8). (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

“Wayang kok bentuke wagu.” Sambil menahan tawa, Ki Catur Kuncoro mengamati wayangnya yang berwujud Werkudara dan Gatotkaca. Bagaimana tidak, Gatotkaca digambarkan memakai kacamata dan sepatu kets hitam. Sementara Werkudara tampak mengenakan kaus oblong dan sepatu kets merah. Diiringi hentakan musik hip hop, kedua wayang asyik ngerap membawakan tembang Pocung.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Inilah Wayang Hip Hop. Di Pendhapa Ageng Taman Budaya Surakarta (TBS), Senin (11/6) malam, wayang yang menggabungkan unsur tradisi dan modern ini menjadi gong pembuka ‘Pekan Wayang Jawa Tengah 2012’. Pentas wayang asal Bantul, Jogja, itu sanggup menyedot perhatian pengunjung lewat aksinya yang nyeleneh namun kritis.

“Ini nih ciri khas orang mau tua. Dulu mencela generasi tua. Katanya kuno, ndesa, jadul. Sekarang malah nyela generasi muda, bilang tidak tahu sopan santun, tradisi, merusak pakem,” tutur Gatotkaca kepada sang ayah, Werkudara.

Malam itu, Wayang Hip Hop mengambil kisah ‘Salah Kaprah’. Sebuah lakon yang menceritakan kehidupan yang terbolak-balik. Seperti pelaku kejahatan diberi yang diberi pengampunan, sementara orang baik ditindas dan dikucilkan. “Negara Amarta ini pancen aneh. Ngasih grasi kok pada penjahat narkoba,” kritik Gatotkaca.

Gerakan Budaya

Ki Catur mengisahkan, Wayang Hip Hop lahir untuk merespons anak muda Jogja yang banyak menyukai musik hip hop. Menurut lelaki yang akrab disapa Benyek ini, jumlah kelompok hip hop di Jogja mencapai 250. “Basis massa mereka cukup kuat. Saya pun berpikir, kenapa tidak membikin wayang ini untuk menjangkau mereka,” ujarnya saat ditemui seusai pentas.

Menurut Benyek, kreasi dalam hal pakeliran adalah sebuah keharusan. Tanpa pengembangan baru, imbuhnya, wayang hanya akan menjadi bahan klangenan dan artefak seni. “Bukannya saya tidak setuju dengan wayang tradisi. Pengembangan dan pelestarian itu dua hal yang berbeda. Ini sebuah gerakan budaya,” lanjutnya.

Pihaknya pun sengaja memilih konsep ringan penuh canda. Ia menilai, penonton sudah capai “diceramahi” di berbagai tempat. “Di masjid diceramahi, di gereja diceramahi, sama orangtua juga diceramahi. Lewat candaan ringan, nilai cerita lebih mudah sampai,” ucapnya tentang wayang yang 15 Juni mendatang genap berusia dua tahun ini.

Seorang penonton, Velia, 24, mengaku tertarik dengan aksi Wayang Hip Hop. Ia terkesan dengan kreasi wayang yang ditunjukkan Benyek dkk. “Ternyata seni tradisi bisa klop digabungkan dengan hal modern. Kreativitas seperti ini harusnya didukung.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya