SOLOPOS.COM - Salah satu adegan pentas teater kolaborasi antara Rimini Protokoll dari Jerman dan Teater Garasi bertajuk 100% Yogyakarta di Taman Budaya Yogyakarta, Sabtu (31/10/2015). (JIBI/Harian Jogja/Arief Junianto)

Pentas teater, kepolosan mereka dalam menjawab setiap pertanyaan dalam pentas statistika itu menjadi kekuatan tersendiri

Harianjogja.com, JOGJA-Seratus “orang biasa” yang menjadi pemain dalam pentas teater kolaborasi antara Rimini Protokoll dari Jerman dan Teater Garasi bertajuk 100% Yogyakarta itu tak begitu saja muncul. Sejak beberapa hari sebelumnya, pihak Teater Garasi sudah melakukan casting khusus untuk menjaring mereka.

Promosi 204,8 Juta Suara Diperebutkan, Jawa adalah Kunci

Serupa lembaga statistik, casting yang mereka lakukan berdasar atas beberapa pengelompokan. Seperti misalnya usia, kelamin, tempat tinggal, agama, profesi, hingga latar belakang keluarga. Mulai dari bocah berusia enam tahun hingga warga berusia 90 tahun, serta mulai dari petani, ibu rumah tangga, pengamen jalanan, wartawan, hingga politisi masuk di dalamnya.

Harapannya, seratus orang itu bisa mewakili setidaknya 1% dari warga Jogja.

“Meski kami sadar, warga Jogja jauh lebih beragam dari 100 orang yang kami pilih ini,” ucap salah satu perwakilan Teater Garasi, Naomi Srikandi belum lama ini.

Meski berangkat dari data kuantitatif, namun teater tetap lah teater. Aspek artistik tetap harus ada di dalamnya.
Setidaknya, inilah yang membuat data kuantitatif itu terasa lebih dinamis. Mata penonton seperti disajikan sebuah gambaran riil lingkungan kota yang mereka tinggali saat ini. Mereka seperti dicelikkan kondisi sosial, pendidikan, hingga karakter personal orang-orang yang ada di sekitarnya selama ini.

“Inilah Jogja,” tegas Naomi lagi.

Melalui pentas itu pula, bisa dipahami, bagaimana ritme kehidupan Jogja setiap harinya. Apa sajakah yang dilakukan oleh 100 orang dengan semua latar belakang yang berbeda itu lakukan setiap jamnya, hingga apakah yang tersimpan dalam benak mereka tentang beragam hal dan persoalan, penonton bisa memahami sekaligus menyadarinya.

“Uniknya, dari beberapa kota kami mementaskan karya ini, seperti di Berlin, Wina, Zurich, London, Tokyo, dan Melbourne dengan garis besar pertanyaan yang kurang lebih sama, fakta unik yang kami temukan, Jogja adalah kota yang paling pagi beraktivitas,” kata Daniel Wetzel, salah satu pentolan Rimini Protokoll.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya