SOLOPOS.COM - Ilustrasi Peron FKIP UNS

Ilustrasi Peron FKIP UNS

Ilustrasi Peron FKIP UNS

Solopos.com, SOLO — Serunya kampanye di Desa Sri Rejeki menjadi pembuka dalam sajian pentas teater berjudul 1,3 M yang dibawakan Kelompok Teater Peron Solo, di Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah di Surakarta (TBS), Solo, Kamis (26/6/2014) malam.

Promosi Selamat Datang Kesatria Bengawan Solo, Kembalikan Kedigdayaan Bhineka Solo

Maklumat pemerintah mengenai penggelontoran dana segar Rp1,3 miliar bagi setiap desa membuat pesta demokrasi di level bontot itu menggeliat. Dua calon kepala desa (cakades), Handoko dan Atmojo, sibuk adu siasat untuk memenangkan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Sri Rejeki yang tinggal menghitung hari.

Cakades nomor urut 1, Atmojo, tampil percaya diri dalam kampanye terbukanya di hadapan warga desa. Petahana yang memiliki modal finansial lebih banyak dibandingkan pesaingnya ini, datang diiringi konvoi motor blombongan  dari simpatisan pendukungnya.

Lelaki yang mengenakan kemeja lengan panjang berwarna merah menyala dan peci itu pun dengan lantang menyampaikan pidato kampanyenya. “Ingat! Hanya saya yang sudah berpengalaman dan sudah teruji,” katanya penuh keyakinan.

Gaya kampanye berbeda dilakoni cakades nomor urut 2, Handoko. Iring-iringan lagu Gugur Gunung yang dibawakan simpatisan pendukungnya, mengiringi aksi kampanye simpatik calon pemimpin muda yang tampil dengan kemeja berdasi ini.

Lewat adegan yang dibangun dalam pertunjukan yang mengawinkan konsep pemanggungan tonil, stambul, sampaan, drama realis, dan teater surealis ini, penonton seolah diajak menyaksikan replika panasnya situasi politik jelang pemilihan presiden (pilpres) belakangan ini.

Politik uang yang kerap mencederai pendidikan demokrasi di negeri ini pun menjadi pengantar menuju klimaks pertunjukan. Dikisahkan Atmojo yang sebelumnya sudah menyebarkan paket sembako untuk mendulang suara, resah dengan dukungan tulus warga kepada Handoko.

Bahkan adik semata wayang Atmojo, Laras, ikut-ikutan memberikan dukungan kepada Handoko yang belakangan menjadi tambatan hatinya. Melihat gelagat yang membahayakan posisinya, Lurah Sri Rejeki ini pun menggelar kampanye hitam. Dibantu kedua stafnya di kantor kepala desa, Atmojo menebar amplop serangan fajar yang diatasnamakan Handoko kepada warga desa.

Akhir dari pertunjukan teater berdurasi 1,5 jam itu dibuat memilukan. Handoko yang mengetahui dalang dibalik fitnah yang dialamatkan kepadanya, langsung mendatangi kediaman Atmojo. Di sela perkelahian, datanglah Laras. Namun nahas pisau yang dihunus Handoko keburu mencederai adiknya. Laras mati menjadi korban perebutan kekuasaan kedua lelaki yang ia sayangi.

Sutradara sekaligus penulis Pentas Produksi ke-68 Teater Peron, Yudi Dodok, menjelaskan dirinya sengaja menampilkan potret kecil suksesi kepemimpinan dan dampak kebijakan penerapan dana bantuan bagi desa.

“Kebijakan yang diterapkan pemerintah selama ini sifatnya selalu responsif. Kenapa mereka tidak coba membuat kebijakan yang antisipatif. Ini kritik saya buat pemerintah,” kata Yudi, saat ditemui Solopos.com, selepas pertunjukan.

Tema kritik sosial dan konsep pemanggungan non-konvensional pertunjukan teater ini mendapatkan apresiasi dari seratusan penonton. Salah satunya dari Udyn Oepewe. Pegiat teater tradisional ini mengapresiasi isu yang dilontarkan Teater Peron. “Isunya sih bagus, tapi melihat konsep pertunjukannya cukup membingungkan,” kesannya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya