SOLOPOS.COM - Pemain Teater Depan Politeknik Pratama Mulia Surakarta, mementaskan drama teater berjudul Rumah Boneka karya Syuji Terayama di Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) Solo, Senin (16/7/2012) malam. (Dwi Prasetya/JIBI/SOLOPOS)

Pemain Teater Depan Politeknik Pratama Mulia Surakarta, mementaskan drama teater berjudul Rumah Boneka karya Syuji Terayama di Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) Solo, Senin (16/7/2012) malam. (Dwi Prasetya/JIBI/SOLOPOS)

Di sebuah rumah, enam anggota keluarga tampak saling curiga. Konon kabarnya, di rumah itu terdapat satu anggota keluarga yang sinting. Merendahkan martabat keluarga. Setiap kali bercengkerama, selalu saja hal itu yang menjadi topik utama. “Hei seseorang, katakan padaku siapa si sinting itu. Tak perlu kau ragu.  Bunuh lalu kuburkan! Maka seluruh keluarga ini bisa hidup bahagia,” tutur sang kakek.

Promosi Tragedi Simon dan Asa Shin Tae-yong di Piala Asia 2023

Petikan adegan itu terangkum dalam pentas bertajuk Rumah Boneka di Teater Arena Taman Budaya Surakarta (TBS), Senin (16/7) malam. Naskah karya Syuji Terayama yang dialihbahasakan Mirza Jaka ini berkisah tentang sebuah keluarga. Sang kakek yang notabene pemimpin keluarga, meyakini seseorang di keluarganya menderita kegilaan. Ia pun tak segan menuduh anaknya sendiri karena kekurangannya. “Kau tampak berbeda dari yang lain sejak kanak-kanak. Dalam banyak hal kau telat. Sekarang, kau masih saja telat berbicara,” tukas kakek kepada anaknya, seorang insinyur yang gagap.

Rumah Boneka, besutan Teater Depan Politeknik Pratama Mulia Solo sukses memaksa penonton untuk memeras otak. Selain dialognya yang bersayap, Depan menghiasi pentas dengan permainan simbol. Seperti sang cucu, Ran, yang gemar membawa payung, hingga Takashi yang suka meniti kursi dengan membentangkan tangan. Membayangkan dirinya sebagai kupu-kupu. “Di mata kakek, apa yang dilakukan anak dan cucunya semuanya aneh, tak normal,” tutur sutradara, Budi “Bodhod” Riyanto, saat ditemui seusai pentas.

Bodhod menyebut, Rumah Boneka adalah simbol kekakuan orangtua dalam memahami karakteristik anaknya. Orangtua, imbuhnya, kerap memiliki pandangan idealnya sendiri, yang tak jarang berseberangan dengan sang anak. “Akibatnya, banyak terjadi pemaksaan. Seperti dalam kisah. Anak kakek yang seorang insinyur sebenarnya ingin menjadi sastrawan. Namun karena dipaksa menjadi insinyur, ia pun depresi dan menjadi gagap.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya