SOLOPOS.COM - Logo KPI

Peringatan KPI diberlakukan kepada semua stasiun TV agar menyiarkan tayangan yang mendidik.

Solopos.com, JAKARTA – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendapati banyak sinetron dengan setting berlatar belakang lembaga pendidikan. Sayangnya, yang muncul kemudian di layar kaca bertolak belakang dengan gambaran lingkungan sosial masyarakat. Terdapat sinetron yang menayangkan perilaku anak yang tidak pantas baik itu di dalam maupun di luar lingkungan sekolah. KPI  bahkan menerima aduan 678 sepanjang Januari-September 2015.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Keluhan itu disampaikan Komisioner KPI Pusat S. Rahmat Arifin saat membuka acara Konsinyasi Sosialisasi P3SPS bertajuk Sinetron dan FTV dalam Lingkungan Pendidikan di kantor KPI Pusat, Selasa (3/11/2015).

Menurut data KPI sebagaimana dilaporkan dalam situs resminya, Selasa (3/11/2015), sepanjang Januari hingga September 2015 terdapat 684 yang mengeluhkan tayangan sinteron mengenai perilaku anak baik itu di dalam maupun di luar sekolahnya.

Beberapa adegan perilaku yang tidak pantas tersebut antara lain tampilan menggunakan pisau, menyiramkan air panas, memukul dengan balok kayu, bullying, diguyur air, dipukul berdarah, berkata kasar, adegan mabuk-mabukan dan merokok serta pergi ke diskotik. Belum lagi tampilan hamil dan aborsi, mendukung geng motor di antara anak sekolah, serta memakai anting menjadi hal-hal yang ditonjolkan dalam penggambaran anak sekolah.

Menurut Komisioner KPI Pusat Agatha Lily, fenomena tersebut dapat ditekan dengan keterlibatan lembaga penyiaran dalam hal ini TV sebagai pengontrol. “Banyak sinetron yang baik seperti Para Pencari Tuhan, Single and Hopefully, Lorong Waktu, Di Bawah Lindungan Abah dan lain sebagainya. Mulai hari ini kita coba merubah cerita sinteron dan FTV kita menjadi lebih inspiratif. Kita akan mendiskusikan ini,” kata Lily kepada peserta Sosialisasi yang setengahnya datang dari rumah-rumah produksi.

Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad mengatakan media dianggap sebagai cermin masyarakat namun tidak sepenuhnya karena apa yang terjadi di masyarakat juga dibentuk oleh media. “Ada hubungan dua arah antara media TV dengan masyarakat,” kata Idy pada saat menyampaikan presentasinya.

Dalam kesempatan itu, Idy mengeluhkan adab berpakaian anak sekolah yang digambarkan di sinetron. Menurutnya, cara berpakaian seperti menggunakan rok mini bukanlah cermin dari adab berpakaian anak sekolah di Indonesia. Harusnya penggunaan rok untuk anak sekolah harus sesuai aturan yang ditetapkan pemerintah dalam hal Kemendikbud yakni 5 cm di bawah lutut.

Sebelum Lily dan Idy bicara, KPI memutarkan potongan-potongan adegan yang dinilai KPI tidak pantas dan melanggar aturan kepada peserta sosialisasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya