“Ini, hari paling bahagia.” Kalimat itu terucap dalam Gunungkidul Ngereggae #1 di Gedung Serba Guna Siyono, Playen, Minggu (9/11) malam. Berikut laporan wartawan Harianjogja.com, Kusnul Isti Qomah.
Seiring dengan lelahnya matahari setelah seharian membagi panasnya, Gedung Serba Guna Siyono, Playen semakin ramai. Orang-orang dengan pakaian yang didominasi hitam, satu per satu masuk ke dalam gedung tersebut.
Penampilan mereka nyentrik. Ada yang memakai anting besar, tubuh yang diperindah dengan guratan tatto serta rambut yang dibiarkan memanjang. Sebagian lagi, memilih gaya rambut gimbal. Kendaraan yang digunakan pun unik. Vespa jadi pilihan sebagian pengunjung.
Memasuki gedung, nuansa tiga warna langsung mendominasi. Merah, kuning, dan hijau. Di atas panggung, komposisi warna itu disajikan dalam ukuran yang besar. Orang-orang itu pun berkumpul di depan panggung.
Memasuki gedung, nuansa tiga warna langsung mendominasi. Merah, kuning, dan hijau. Di atas panggung, komposisi warna itu disajikan dalam ukuran yang besar. Orang-orang itu pun berkumpul di depan panggung.
Tubuh mereka serentak berayun begitu musik reggae mengalun. Tubuh mereka bagaikan sudah diseting otomatis. Begitu alunan musik mengalir, saat itu pula tubuh mereka berayun selaras dengan musik. Senyum, selalu menghiasai wajah mereka. Mereka tampak bahagia.
“Ini, hari paling bahagia,” ujar seorang pria yang akrab disapa Black kepada koran ini.
Band Douglas Costarica, Barazta, Djorenges, Ras Mountain, Pratiwi Bowo, Bakat Terpendam, South Mount Sunrise, Rasta Hitam, dan Mbako Ijo tampil silih berganti. Mereka memanjakan Rastaman dengan empat hingga lima lagu reggae. Penampilan mereka ditutup oleh Band Senewen.
“Kami pecinta musik reggae itu cinta damai,” imbuh Black yang juga turut tampil meramaikan suasana.
Pertunjukkan itu rupanya mampu mengobati rasa haus pecinta reggae di Gunungkidul. Pasalnya, selama ini tidak ada wadah bagi mereka untuk berekspresi. Sebelumnya, mereka masih terpisah-pisah. Setidaknya, itulah yang diakui Hasta, vokalis dari Band Senewen.
“Wadah ini menjadi pemersatu pecinta reggae. Kami juga ingin mengubah citra pecinta reggae yang mungkin dicap negatif. Kami pun akan melakukan bakti sosial,” ucap dia.
Usaha itu mendapat dukungan dari Indonesia Reggae Community (IRC) DIY. Humas IRC DIY Bendol Jogjamming berharap, wadah yang baru terbentuk itu mampu mengayomi semua anggotanya. Banyak kepala di dalam sebuah komunitas, menurutnya, akan menjadi tantangan.
“Bagaimana semua aspirasi ditampung. Harus bisa merangkul semua dan memelihara kekeluargaan,” ujar dia.