SOLOPOS.COM - Film Dua Hati Biru. (Instagram/duahatibiruofficial)

Solopos.com, SUKOHARJO – Hangat dan haru, itulah yang terasa saat Solopos.com menonton film Dua Hati Biru. Tawa juga sesekali pecah saat melihat tingkah lucu dari Adam, anak Bima dan Dara. Empat tahun berlalu setelah film pertamanya yakni Dua Garis Biru, tak mengurangi minat menonton sekuel film pasangan muda ini.

Di tengah persaingan dengan dua film horor yang sedang tayang, yakni Badarawuhi dan Siksa Kubur, film bertema keluarga Dua Hati Biru turut naik layar menyuguhkan konflik sensitif rumah tangga dengan gaya ringan.

Promosi Bukan Mission Impossible, Garuda!

Beberapa permasalahan yang diangkat seputar konflik pernikahan dini, ketidakstabilan mental dan finansial dalam mengurus anak, working mom-stay at home dad, dan mertua yang mencampuri urusan rumah tangga.

Ini adalah review film dari sudut pandang saya penyuka film-film bergenre drama remaja dan sedikit mengandung spoiler. Jadi bagi yang belum menonton filmnya, silakan menonton dulu.

Pemain dan Aktingnya

Pergantian pemeran tokoh utama Dara dari Adhisty Zara ke Aisha Nurra Datau tak terlalu mengganggu karena para pemeran tokoh lainnya masih sama dengan di film Dua Garis Biru. Zara cocok menggambarkan Dara saat SMA dan Nurra cocok menggambarkan Dara yang sudah dewasa. Namun, jika peran kedua ditukar belum tentu cocok.

Outfit yang dipakai Dara sepanjang film benar-benar menampilkan seseorang yang lebih dewasa dan memiliki sentuhan style Korea, misalnya memakai vest atau outer crop yang dipadukan dengan kulot panjang atau rok.

Angga dan Nurra yang tampilsebagai Bima dan Dara juga menggambarkan chemistry pasangan seumuran yang cenderung memiliki tingkat kematangan emosional yang sebanding. Kadang ikut salah tingkah dalam keromantisan mereka, namun juga ikut emosi saat keduanya bertengkar.

Cut Mini yang memerankan ibu Bima berhasil memantik emosi menjadi mertua yang selalu ikut campur urusan anaknya mampu membuat saya ikut geram.

Sedangkan Farrel sebagai Adam yang polos dan Keanu Angelo sebagai Iqi dengan gaya khas nyablak-nya menyajikan kelucuan menggelitik lewat dialog yang mencairkan suasana.

Edukatif

Tak hanya beragam permasalahan, film ini juga menampilkan solusinya. Salah satu pesan menonjol dalam film ini adalah edukasi mengenai cara mengontrol sebuah emosi kepada pasangan dalam sebuah hubungan rumah tangga.

Edukasi ini dilakukan secara terang-terangan misalnya melalui kegiatan Bima dan Dara saat mengikuti workshop dan mencontohkannya. Hebatnya, pesan-pesan tersebut disampaikan tanpa terkesan menggurui penonton.

Bahasa Visual

Gina S. Noer, sutradara film Dua Hati Biru kepada Solopos.com saat press conference, Jumat (19/4/2024), di The Park Mall, Solo Baru, Sukoharjo, mengonfirmasi adanya bahasa visual yang mengandung sebuah makna. Namun ia memberikan kebebasan kepada penonton untuk menafsirkannya.

“Ada maknanya, cuma tergantung kepada penontonnya. Kalau soal simbol dalam film atau bahasa visual aku selalu memberikan kembali ke penontonnya jadi tidak ada petunjuk, biar lebih independen,” ucapnya sembari bercanda.

Menurut penulis, ikan dan boneka hiu yang disukai oleh Adam memiliki makna sebagai gambaran kehidupan Dara dan Bima. Anda akan sering menemukannya sepanjang film.

Ikan harus berenang melawan kuatnya arus, sama seperti halnya Bima dan Dara yang selalu maju. Lingkungan ikan yang kondisi airnya berubah-ubah namun tetap hidup seperti Bima yang selalu pantang menyerah. Selain itu, ikan yang selalu bergerak seperti Dara yang beberapa kali mengatakan “evolving” berarti tumbuh dan berkembang.

Sedangkan hiu memiliki filosofi kehidupan yang kuat dan tangguh. Boneka kesukaan milik Adam tersebut seakan-akan ingin kedua orang tuanya tetap berusaha menjadi sosok yang hebat.

Penilaian Keseluruhan

Dua Hati Biru menjadi sekuel yang apik untuk Dua Garis Biru, namun tak bisa dimungkiri euforia menonton Dua Garis Biru lebih saya dapatkan karena klimaksnya lebih mengena. Akan tetapi secara keseluruhan, saya sangat menikmati alur dalam film ini.

Dua Garis Biru menampilkan satu permasalahan utama, yaitu kejadian Dara hamil diluar nikah sehingga harus menikah di saat mentalnya belum siap. Sedangkan Dua Hati Biru lebih fokus menampilkan konflik-konflik serta solusinya.

Kadang benci sosok Dara yang egois dan Bima yang sulit bertindak tegas, namun permasalahan seperti ini relate dengan lingkungan sekitar. Hal ini membuktikan penulis skenario film ini tidak asal-asalan mengangkat sebuah permasalahan.

Gina S. Noer menggarap karya ini berdasarkan kisah nyata yang realistis. Sakit hatinya dibentak dan disalahkan dapat ikut dirasakan dan masuk ke dalam relung hati saya. Film ini akan mendapatkan tempat tersendiri dalam ingatan dan bekal untuk kehidupan saya nanti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya