SOLOPOS.COM - Seniman mementaskan wayang orang dengan lakon Ismaya Kridha di Gedung Wayang Orang Sriwedari, Solo, Jumat (7/7/2017) malam. Pementasan wayang orang tersebut dalam rangka memperingati HUT ke-107 Wayang Wong Sriwedari. (M. Ferri Setiawan/JIBI/Solopos)

Wayang Orang Sriwedari memperingati ultah ke-107 dengan pergelaran wayang yang didukung anak muda.

Solopos.com, SOLO–Tepuk tangan meriah menutup tarian energik para pemain wayang orang laki-laki di Gedung Wayang Orang (GWO) Sriwedari, Jumat (7/7/2017) malam. Mereka baru saja menyelesaikan gerakan penuh semangat yang menyimbolkan dukungan kepada Wisanggeni yang akan melakukan ritual menuju Kurusetra.

Promosi Pramudya Kusumawardana Bukti Kejamnya Netizen Indonesia

Di sisi kiri area pentas, panitia menyediakan layar raksasa hitam yang berisikan narasi Berbahasa Indonesia sebelum memulai adegan selanjutnya. Peringatan hari pertama ulang tahun ke-107 Wayang Orang Sriwedari malam itu didatangi ribuan penonton yang memenuhi kursi hingga lantai dua. Tak hanya orang tua, remaja, dan anak-anak yang keasyikan ikut berjoget saat pemain beraksi kocak di panggung.

Salah satu pemain muda Nurdiatmoko, 21, merasa bersyukur ikut bergabung dalam pentas ulang tahun ini. Apresiasi yang diberikan ribuan penonton malam itu membuktikan wayang orang belum kehilangan penggemarnya.

“Saya selalu berusaha sebagai pemain puas dengan penampilan saya sendiri begitu juga dengan penonton,” kata dia saat ditemui seusai pementasan.

Inovasi

Mengangkat judul Ismaya Kridha, sutradara pentas malam itu, Krt Diwasa Dira Nagara, Jumat mengakui banyak gimmick yang mereka tampilkan saat pementasan. Tak hanya dari sisi garap, pemilihan musik, tarian, hingga soal tema cerita wayang.

Ismaya Kridha menceritakan tentang Pandawa Lima yang akan dipecah belah oleh pihak ketiga. Saat itu juga Semar menjadi penengah yang akhirnya mampu menyatukan mereka kembali.

Sedikitnya 80 pemain dan pengrawit muda yang terlibat dalam pentas akbar ini. Tak hanya menampilkan wayang orang dengan gaya baru, mereka juga membawa pesan persatuan dan kesatuan, serta misi ajakan melestarikan mencintai wayang orang.

“Inovasi adalah cara kami masih bisa bertahan sampai sekarang,” kata Diwasa.
Koordinator GWO, Agus Prasetyo, mengamini hal itu. Inovasi garap menjadi kunci utama keberlangsungan mereka hingga sekarang ini, meski ia tahu penontonnya tak sebanyak dulu. Ia masih ingat betul cerita para senior mereka tentang masa kejayaan wayang orang di era ’60-an-80an. Saat itu, kata dia, peminat wayang orang bahkan melebihi gedung bioskop. Antrean panjang untuk membeli tiket bahkan menjadi sesuatu yang wajar.

Meskipun tak seramai dulu, ia mengklaim jumlah penonton sekarang konsisten banyak. “Kami mencoba untuk mempertahankan itu dengan berbagai inovasi pementasan dan regenerasi pemain yang terus kami lakukan,” kata Agus menceritakan ulang kisah para seniornya.

Di usia ke 107, GWO telah didukung puluhan pemain dengan jumlah anak muda mencapai 80%. Usia pemain termuda sekitar 21 tahun sedangkan pemain paling tua sekitar 53 tahun.

Sementara itu, perayaan hari jadi GWO pekan lalu tak hanya dimeriahkan pentas kolaborasi. Pada Sabtu malam puluhan maestro wayang gabungan Solo, Jakarta, dan Semarang juga berpentas dengan lakon Srikandhi – Larasati Kembar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya