SOLOPOS.COM - Tari angguk (JIBI/Harian Jogja/Kharisma Ayu Febriana)

Tari angguk (JIBI/Harian Jogja/Kharisma Ayu Febriana)

Sebagian orang memandang Angguk dengan miring. Tarian ini dinilai sarat dengan eksotisme baik dari sisi pakaian maupun gerakan. Padahal sebenarnya Angguk merupakan salah satu seni yang bernuansa Islam.

Promosi 204,8 Juta Suara Diperebutkan, Jawa adalah Kunci

Angguk adalah tarian tradisional yang menceritakan kisah Umarmoyo-Umarmadi dan Wong Agung Jayengrono dalam Serat Ambiyo. Tarian ini dimainkan oleh 15 penari wanita yang berkostum menyerupai serdadu Belanda dan dihiasi gombyok barang emas, sampang, sampur, topi pet warna hitam, dan kaos kaki warna merah atau kuning dan mengenakan kacamata hitam. Pada masa lalu tari ini biasa dilakukan untuk bersyukur usai panen.

Namun seiring waktu Angguk mengalam sejumlah pergeseran. Tarian ini dianggap sebagai tarian erotis.  Dan kelompok Putri Laras Sekar Pujiyani yang diketuai oleh Puji Wiyono berjuang untuk memutus anggapan tersebut. Mereka berjuang mengembalikan Angguk ke jalur aslinya.

Kelompok dari Dusun Blimbing, Sukoreno, Sentolo ini pun membuktikan bahwa Tari Angguk yang tetap mengutamakan keindahan gerak mampu berprestasi. Bahkan pernah menjadi juara dalam lomba yang digelar dalam pagelaran Festival Kesenian Yogyakarta (FKY).

“Lalu empat tahun lalu, saya mendapat perintah dari Kecamatan untuk membuat komunitas Angguk, dengan jumlah penari 18 orang,” katanya saat ditemui Harian Jogja, di Blimbing, Sukoreno, Sentolo, Rabu (4/7).

Tujuannya yakni melestarikan kesenian tradisional agar tidak punah. Angguk merupakan kesenian yang bernuansa Islam. “Jika saya disuruh mengurus kesenian Angguk yang berpakaian seronok maka saya tidak mau,” tegasnya.

Puji tak hanya memimpin komunitas Angguk di Sentolo, namun juga menciptakan  model pakaian Angguk yang sopan. “Saya mengharuskan penari perempuan menggunakan celana yang panjangnya di bawah lutut,” katanya.

Baginya kesenian yang bernuansa Islam ini tidak seharusnya disalahgunakan. Bahkan Puji juga menciptakan syair untuk mengiringi tarian Angguk. “Lagu Angguk yang saya ciptakan merupakan kreasi Angguk Sentolo. Isi syairnya mengajak melestarkan budaya jawa,” tegasnya.

Terpisah, Suryani, salah seorang guru tari Angguk di Sentolo, membenarkan hal tersebut. Kesenian tari Angguk di Sentolo diakuinya memiliki ciri khas yang berbeda dengan Angguk di daerah lain.

Dari segi pakaian, syair, hingga gerakan tarian memang berbeda. Pakaian penari Angguk di Sentolo, khususnya bagi penari perempuan dibuat sesopan mungkin, bahkan syairnya juga diciptakan sendiri oleh pimpinan komunitas Angguk.

Lantaran untuk mengubah persepsi masyarakat, bahwa Angguk merupakan kesenian tarian yang tidak hanya menghibur, namun di dalamnya tersimpan pesan dan ajakan. “Jika di dengan syairnya, berisi ajakan dalam hal kebaikan,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya