SOLOPOS.COM - (Foto: Detikcom)

Jakarta (Solopos.com)–Opera 3 Babak “Tan Malaka” kembali dipentaskan 23-24 April 2011 di Graha Bakti Budaya, TIM, Cikini. Kali ini “Tan Malaka” disajikan berbeda, terutama dalam hal konsepnya.

Sang sutradara Goenawan Mohamad dalam perbincangan di Salihara, Pasar Minggu, Sabtu (16/4/2011) malam, lebih suka pementasan karyanya ini adalah penyempurnaan dari pementasan sebelumnya.

Ia akan banyak mengajak penontonnya untuk merenung tentang apa yang dialami sang tokoh. Tidak hanya itu penyampaian dialog mungkin akan lebih berat dari sebelumnya.

Bukan lagi aktor Adi Kurdi yang membawakan dialog Tan Malaka seperti pementasan Opera 3 Babak “Tan Malaka” sebelumnya. Saat itu aktor Landung Simatupang dipercaya menggantikan Adi. Tentu dengan berganti orang, berganti juga karakter pembawaannya.

“Ini lebih banyak renungan, bercerita tentang Tan Malaka. Ide sangat penting, esai beda dengan filsafat yang ada cerita dan peristiwa yang kongkrit. Saudara Adi Kurdi itu lebih cocok dengan pendekatan realistik, sedangkan saudara Landung Simatupang lebih pendekatan puitik dan imajistik. Nah yang kemarin itu lebih kongkrit. Yang akan datang itu puitik dan imajinatif, yaitu image-image yang ditonjolkan dari perkembangan ide-ide yang ingin disampaikan,” papar Goenawan.

Selain itu karakter opera esai akan lebih kuat. Hal itu ditunjukkan dengan perubahan karakter pemain-pemain yang terlibat.

“Kalau dulu kan ada rombongan pengungsi, seperti dalam film. Nah itu dikoreografikan, semacam imaji. Mereka hadir, tapi tidak kayak dulu, sekarang dalam bentuk tarian,” terangnya.

Sedangkan dari sisi panggung, Goenawan dan timnya mengaku banyak mengubah dari pentas sebelumnya. Hal itu hanya dikarenakan teknis tempat. Di GBB, tidak dimungkinkan membuat penonton dekat dengan peristiwa yang dimainkan.

“Nantinya ada jarak sama penonton. Namun itu sudah kita kemas agar suara, pesan, dan penyampaian isi cerita agar sampai,” katanya.

Dari keseluruhan penyempurnaan, ada 2 hal yang akan diubah cukup banyak. Pertama dari segi durasi, dialog dan musik. Tony Prabowo selaku music director menambah personelnya menjadi 36 pemain musik, yang sebelumnya 24.

Namun, kord yang ia pakai lebih sedikit. Hanya saja tidak mengubah musik, hanya pemotongan tiap suara yang sebelumnya mengalami pengulangan.

“Dialog tidak berbeda isinya, penyampaiannya saja berbeda. Saya menambahkan akapela dan nyanyian tanpa musik. Keseluruhan perbedaan tidak terlalu radikal. Cuma disesuaikan saja antara dialod dengan musik, ada juga dialog yang dipotong, tapi dialog itu adalah dialog yang sudah disebut dan mengalami pengulangan,” terang Tony yang bersamaan dengan Goenawan.

Jadi, pemotongan itu membuat cerita menjadi padat, durasinya sekitar 1 jam 10 menit. Musik-musik yang akan diperdengarkan adalah musik yang terinspirasi di tahun 1930 sampai 1950-an.

Perubahan yang akan cukup drastis dari segi kostum. Misalnya saja pada paduan suara yang sebelumnya memakai pakaian khas paduan suara. Kini itu tidak lagi dipakai. Mereka akan menyesuaikan dengan setting cerita dan suasana opera.

“Mereka ikut bergerak dan jadi koreo. Mereka juga akan pakai kostum khas buruh dengan memakai lampu di kepalanya,” paparnya.

Selain itu kostum juga dibuat menjadi abstrak. Penonton ‘dipaksa’ untuk mempersepsikan sendiri kostum apa itu?

“Makanya ini lebih imajinatif,” tutup Goenawan.

(Detikcom/nad)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya