SOLOPOS.COM - Ilustrasi penonton bioskop Indonesia. (Freepik)

Solopos.com, SOLO-Pengamat film Hikmat Darmawan memperkirakan bioskop Indonesia bisa menyedot hingga 60 juta penonton pada tahun 2024 ini setelah mencatatkan pertumbuhan positif pada 2023.

Menurut Badan Perfilman Indonesia (BPI), industri film Indonesia menyedot 51,2 juta penonton pada 2019, tetapi kemudian anjlok menjadi hanya sekitar 19 juta penonton pada 2020 akibat pandemi Covid-19.

Promosi Banjir Kiper Asing Liga 1 Menjepit Potensi Lokal

Jumlah penonton bioskop Indonesia makin merosot pada 2021 dengan hanya 4,5 juta penonton, dan baru kembali menggeliat pada 2022 dengan 24 juta penonton.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mencatat industri film nasional makin tumbuh positif sepanjang 2023, dan berhasil menyedot 55 juta penonton bioskop Indonesia.

Tak hanya itu, bahkan tercatat ada 20 film Indonesia yang mendapatkan lebih dari 1 juta penonton pada tahun lalu, seperti Sewu Dino (4.891.609), Di Ambang Kematian (3.302.047), KKN di Desa Penari: Luwih Dowo, Luwih Medeni(2.923.650), Pengabdi Setan 2: Communion (2.685.837), dan Ngeri-Ngeri Sedap (2.668.434).

Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kemenparekraf, Dessy Ruhati, dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (5/2/2024), mengatakan industri film Indonesia merupakan subsektor ekonomi kreatif yang pertumbuhannya sangat positif setelah pandemi Covid-19, dan menjadi salah satu penunjang pendapatan bagi sektor pariwisata di Tanah Air.

Hikmat Darmawan mengatakan potensi penonton film di bioskop Indonesia bisa menembus 80 juta orang, dengan syarat ada pemerataan persebaran bioskop di seluruh negeri. Dia mengatakan proporsi penonton film di Tanah Air saat ini tidak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia.

“Dari segi proporsi penduduk Indonesia, saya selalu menggunakan angka konservatif perkiraan pasar potensialnya 80 juta penonton. Ini [jumlah penonton] kan hubungannya dengan jumlah penduduk, jumlah bioskop, tersebar di mana,” ujarnya.

Meskipun demikian, Hikmat mengatakan industri perfilman Indonesia sudah berangsur-angsur pulih setelah dilanda pandemi Covid-19. Jumlah penonton film di bioskop pun sudah kembali seperti sebelum Covid-19.

Industri film Indonesia juga dinilai cukup bagus karena banyak film lokal yang mendapatkan lebih dari 1 juta penonton.

Hikmat menilai jumlah penonton bioskop Indonesia seharusnya bisa lebih dari itu apabila dibarengi dengan distribusi film yang memadai. Pemerataan bioskop masih menjadi tantangan yang dihadapi industri film Tanah Air.

“Menurut Badan Perfilman Indonesia, saat ini terdapat 517 lokasi bioskop dengan jumlah layar sebanyak 2.145 layar yang tersebar di sekitar 115 kota/kabupaten di seluruh wilayah Indonesia,” ujarnya.

Ia mencontohkan KKN di Desa Penari yang kini menjadi film terlaris sepanjang masa dengan jumlah penonton mencapai 10 juta penonton masih kecil jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 270 juta orang.

Menurut Hikmat, berinvestasi, merawat, dan berpihak pada film lokal, termasuk membuka bioskop di berbagai kota, adalah langkah logis untuk memperluas pasar film Indonesia.

Dia juga menekankan pentingnya membangun pasar film yang beragam. Pasar ini tidak hanya menayangkan film-film populer atau film yang sukses secara komersial (blockbuster), tetapi juga memberikan kesempatan dan jatah tayang yang lebih banyak kepada film-film lokal untuk ditayangkan di bioskop.

Ia menambahkan, bioskop juga harus dibangun di daerah-daerah karena bioskop kelas menengah ke bawah yang murah justru memiliki potensi besar untuk mendorong kemajuan industri film tanah air.

“Menurut saya, di kota-kota kecil, bioskop yang murah adalah masa depan industri kita,” ujarnya.

“Pemerintah, pengusaha, penonton, dan PH [production house] harus berbagi tugas untuk mencapai target [80 juta penonton] ini,” kata dia.

Dia mengatakan, jumlah layar bioskop di Indonesia saat ini mengalami penurunan drastis dibandingkan dengan era 1980-an, yang bisa mencapai 6.600 layar.

“Sekarang kan menuju 2.500 layar saja ngos-ngosan. Dulu 6.600 layar berarti di atas kertas seluruh kabupaten kita ada bioskopnya. Artinya ada lapis bioskop juga, bioskop kelas A, B, C. Sekarang kan seolah-olah bioskop itu harus kelas A semua, harus mewah,” kata dia.

Menurut Badan Perfilman Indonesia, saat ini terdapat 517 lokasi bioskop dengan jumlah layar sebanyak 2.145 layar yang tersebar di sekitar 115 kota/kabupaten di seluruh wilayah Indonesia.

Hikmat menilai bioskop kelas menengah ke bawah yang murah justru memiliki potensi besar untuk menjangkau masyarakat di kota-kota kecil sehingga bisa meningkatkan jumlah penonton film Indonesia.

“Menurut saya, di kota-kota kecil, bioskop yang murah adalah masa depan industri kita. Tapi kan orang berpikirnya [bioskop] kelas Plaza Senayan semua. Itu kan enggak realistis untuk penduduk Indonesia,” ujar Hikmat.

Menurut dia, kondisi ini menyebabkan industri film Indonesia masih belum ideal, di mana jumlah bioskop tidak sebanding dengan proporsi penduduk dan potensi pasar yang besar.



Untuk itu, Hikmat menekankan pentingnya pemerataan persebaran bioskop di seluruh wilayah Indonesia untuk membuka potensi besar industri film dan meningkatkan jumlah penonton. Ini akan memberikan akses yang lebih luas bagi masyarakat di berbagai daerah untuk menikmati film di bioskop dan mendorong pertumbuhan industri film nasional.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya